Selasa, 13 Desember 2011

i love the way i am


happy bday oriin


FENOMENA JILBAB ARTISTIK NAN NYENTRIK

saya hanya ingin mengemukakan pendapat saya tentang fenomena-fenomena remaja berjilbab artistik nan nyentrik . belakangan ini fenomena jilbab nyentrik sangat digandrungi oleh remaja-remaja yang konon katanya ingin memakai jilbab sebagai alasan untuk menutup aurat . benarkah ? saya seorang muslim, dan keseharian saya pun memakai jilbab. namun melihat keadaan zaman sekarang ternyata jilbab mulai berubah fungsi . entahlah , mungkin saya hanya berprasangka buruk bahwa itu semua hanyalah kamuflase. merokok memang hal yang yang wajar untuk sebagian orang, namun apakah baik seorang yang berjilbab merokok di tempat umum ? seorang berjilbab pergi ke diskotik lalu berlenggak-lenggok mengikuti irama, seorang berjilbab menenggak minuman keras, bahkan seorang berjilbab berani berciuman bahkan berzinah di tempat umum . Betapa memprihatinkan kondisi seperti ini. Kasihan orang yang benar-benar memakai jilbab yang tujuannya untuk mendapatkan ridho allah . mungkin sebagian orang menanggapi saya  munafik atau apa ? atau ingin menjatuhkan salah satu pihak. saya hanya ingin membela saudara-saudara saya yang benar-benar menjalankan perintahNya, menegakkan syariah islam, bukan sekedar kamuflase trend semata .

Senin, 12 Desember 2011

BAHASA DAN KEBUDAYAAN


BAHASA DAN KEBUDAYAAN
Ada pelbagai teori mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan. Ada yang mengatakan bahasa itu merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi ada pula yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda, namun, mempunyai hubungan yang sangat erat, sehingga tidak dapat dipisahkan. Ada yang mengatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi oleh kebudayaan, sehingga segala hal yang ada dalam kebudayaan akan tercermin di dalam bahasa. Srbaliknya, ada juga yang mengatakan bahwa bahasa sangat mempengaruhi kebudayaan, dan cara berpikir manusia atau masyarakat penuturnya. Dalam bab ini akan dibicarakan bagaimana hubungan yang sebenarnya, paling tidak menurut teori yang berlaku, antara bahasa dan kebudayaan itu. Karena tentang hakikat bahasa sudah dapat dipahami dari uraian-uraian pada bab terdahulu, maka tentang hakikat bahasa itu tidak akan dibicarakan lagi. Dalam sub-bab berikut kiranya perlu terlebih dahulu dibicarakan mengenai hakikat kebudayaan itu.
Hakikat Kebudayaan
Kebudayaan itu adalah segala hal yang menyangkut kehidupan manusia, termasuk aturan atau hokum yang berlaku dalam masyarakat, hasil-hasil yang dibuat manusia, kebiasaan, dan tradisi yang biasa dilakukan, dan termasuk juga alat interaksi atau komunikasi yang digunakan, yakni bahasa dan alat-alat komunikasi non verbal lainnya.
Hubungan Bahasa dan Kebudayaan 
Mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan yang bersifat koordinatif ada dua hal yang perlu dicatat. pertama ada yang menagtakan hubungan kebahasaan dan kebudayaan itu seperti anak kembar siam, dua buah fenomena yang terikat erat, seperti hubungan antara sisi yang satu dengan sisi yang lain pada sekeping mata uang logam. Sisi yang satu adalah system kebahasaan dan sisi yang lain adalah system kebudayaan (lihat silzer 1990). Jadi pendapat ini mengatakan kebahasaaan dan kebudayaan merupakan dua fenomena yang berbeda, tetapi hubungannya

ANALISIS DESKRIPSI TOKOH, LATAR , ALUR DALAM KESUSASTRAAN RAKYAT, EPOS INDIA RAMAYANA, KESUSASTRAAN ZAMAN PERALIHAN HINDU-ISLAM DAN KESUSASTRAAN ZAMAN ISLAM


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

Sejarah sastra adalah ilmu yang memperlihatkan perkembangan karya sastra dari waktu ke waktu. Sejarah sastra bagian dari ilmu sastra yaitu ilmu yang mempelajari tentang sastra dengan berbagai permasalahannya. Di dalamnya tercakup teori sastra, sejarah sastra dan kritik sastra, dimana ketiga hal tersebut saling berkaitan.
Selanjutnya (Todorov; 1985: 61) mengatakan bahwa tugas sejarah sastra adalah:
  1. meneliti keragaman setiap kategori sastra.
  2. meneliti jenis karya sastra baik secara diakronis, maupun secara sinkronis.
  3. menentukan kaidah keragaman peralihan sastra dari satu masa ke masa berikutnya.
Periodisasi Sastra Indonesia
Ada beberapa pendapat tentang periodisasi sastra Indonesia, saya mengambil dua diantaranya :
  1. Menurut Nugroho Notosusanto
a. Kesusastraan Melayu Lama
b. Kesusastraan Indonesia Modern
1). Zaman Kebangkitan : Periode 1920, 1933, 1942, 1945
2). Zaman Perkembangan : Periode 1945, 1950 sampai sekarang

  1. Menurut Simomangkir Simanjuntak
a. Kesusastraan masa lama/ purba : sebelum datangnya pengaruh hindu
b. Kesusastraan Masa Hindu/ Arab : mulai adanya pengaruh hindu sampai    dengan kedatangan agama Islam
c. Kesusastraan Masa Islam
d. Kesusastraan Masa Baru
1). Kesusastraan Masa Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi
2). Masa Balai Pustaka
3). Masa Pujangga Baru
4). Kesusastraan Masa Mutakhir : 1942 hingga sekarang.
Sejarah Sastra Indonesia
Kepulauan Nusantara yang terletak diantara benua Asia dan Australia dan diantaraSamudra Hindia/ Indonesia dengan Samudra Pasifik/ Lautan Teduh, dihuni oleh beratus-ratus suku bangsa yang masing-masing mempunyai sejarah, kebudayaan,adat istiadat dan bahasa sendiri-sendiri.
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu yaitu salah satu bahasa daerah di Nusantara. Bahasa Melayu digunakan oleh masyarakat Melayu yang berada di pantai timur pulau Sumatera.
-Kerajaan Melayu yang berpusat didaerah Jambi, pada pertengahan abad ke-7 (689-692) dikuasai oleh Sriwijaya yang beribu kota di daerah Palembang sekarang ini,-

  1. Kesusastraan Melayu Klasik
Sastra Melayu Klasik tidak dapat digolongkan berdasarkan jangka waktu tertentu karena hasil karyanya tidak memperlihatkan waktu. Semua karya berupa milik bersama. Karena itu, penggolongan biasanya berdasarkan atas : bentuk, isi, dan pengaruh asing.
a. Kesusastraan Rakyat (Kesusastraan Melayu Asli)
Kesusastraan rakyat/ Kesusastraan melayu asli, hidup ditengah-tengah masyarakat. Cerita itu diturunkan dari orang tua kapada anaknya, dari nenek mamak kepada cucunya, dari pencerita kepada pendengar. Penceritaan ii dikenal sebagai sastra lisan (oral literature).
Kesusastraan yang tumbuh tidak terlepas dari kebudayaan yang ada pada waktu itu. Pada masa Purba (sebelum kedatangan agama Hindu, Budha dan Islam) kepercayan yang dianut masyarakat adalah animisme dan dinamisme. Karena itu, cerita mereka berhubungan dengan kepercayaan kepada roh-roh halus dan kekuatan gaib yang dimilikinya. Misalnya :
- Cerita asal-usul
- Cerita binatang
- Cerita Jenaka
- Cerita Pelipur lara.

b. Pengaruh Hindu dalam Kesusastraan Melayu
Pengaruh Hindu Budha di Nusantara sudah sejak lama. Menurut J.C. Leur (Yock Fang : 1991:50) yang menyebarkan agama Hindu di Melayu adalah para Brahmana. Mereka diundang oleh raja untuk meresmikan yang menjadi ksatria. Kemudian dengan munculnya agama Budha di India maka pengaruh India terhadap bangsa Melayu semakin besar. Apalagi agama Budha tidak mengenal kasta, sehingga mudah beradaptasi dengan masyarakat Melayu.
- Epos India dalam kesusastraan Melayu
· Ramayana : cerita Ramayana sudah dikenal lama di Nusantara. Pada zaman pemerintahan Raja Daksa (910-919) cerita rama diperlihatkan di relief-relief Candi Loro Jonggrang. Pada tahun 925 seorang penyair telah menyalin cerita Rama ke dalam bentuk puisi Jawa yaitu Kakawin Ramayana. Lima ratus tahun kemudian cerita Rama dipahat lagi sebagai relief Candi Penataran. Dalam bahasa melayu cerita Rama dikenal dengan nama Hikayat Sri Rama yang terdiri atas 2 versi : 1) Roorda van Eysinga (1843) dan W.G. Shelabear.
· Mahabarata : Bukan hanya sekedar epos tetapi sudah menjadi kitab suci agama Hindu. Dalam sastra melayu Mahabarata dikenal dengan nama Hikayat Pandawa. Dalam sastra jawa pengaruh Mahabarata paling tampak dari cerita wayang.

c. Kesusastraan Zaman Peralihan Hindu-Islam, dan pengaruh Islam
Sastra zaman peralihan adalah sastra yang lahir dari pertemuan sastra yang berunsur Hindu dengan sastra yang berunsur Islam di dalamnya. Contoh karya-karya sastra yang masuk dalam masa ini adalah ; Hikayat Puspa raja, Hikayat Parung Punting, Hikayat Lang-lang Buana, dsb.
Sastra pengaruh Islam adalah karya sastra yang isinya tentang ajaran agama Islam yang harus dilakukan oleh penganut agama Islam. Contoh karya : Hikayat Nur Muhammad, Hikayat Bulan Berbelah, Hikayat Iskandar Zulkarnaen dsb.
-Perkembangan agama Islam yang pesat di Nusantara sebenarnya bertalian dengan perkembangan Islam di dunia. Pada tahun 1198 M. Gujarat ditaklukkan oleh Islam. Melalui Perdagangan oleh bangsa Gujarat, Islam berkembang jauh sampai ke wilayah Nusantara. Pada permulaan abad ke-13 Islam berkembang pesat di Nusantara.-
-Pada abad ke-16 dan ke-17 kerajaan-kerajaan di Nusantara satu persatu menjadi wilayah jajahan bangsa-bangsa Eropa yang pada mulanya datang ke Nusantara karena mau memiliki rempah-rempah.-

d. Kesusastraan Masa Peralihan : Perkembangan dari Melayu Klasik ke Melayu Modern
Pada masa ini perkembangan antara kesusastraan Melayu Klasik dan kesusastraan Melayu Modern peralihannya dilihat dari sudut isi dan bahasa yang digunakan oleh pengarangnya. Dua orang tokoh yang dikenal dalam masa peralihan ini adalah Raja Ali Haji dari pulau Penyengat, Kepulauan Riau, dan Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi dari Malaka.
Contoh karya Abdullah : Hikayat Abdullah, Syair Singapura dimakan Api, ia juga menerjemahkan Injil ke dalam bahasa melayu.

  1. Kesusastraan Indonesia Modern
Lahirnya Kesusastraan Indonesia Modern
Jika menggunakan analogi ¨Sastra ada setelah bahasa ada¨ maka kesusastraan Indonesia baru ada mulai tahun 1928. Karena nama ¨bahasa Indonesia¨ secara politis baru ada setelah bahasa Melayu di diikrarkan sebagai bahasa persatuan pada tanggal 28 Oktober 1928 yang dikenal dengan Sumpah Pemuda.
Namun menurut Ayip Rosidi dan A. Teeuw, Kesusastraan Indonesia Modern ditandai dengan rasa kebangsaan pada karya sastra. Contohnya seperti : Moh. Yamin, Sanusi Pane, Muh. Hatta yang mengumumkan sajak-sajak mereka pada majalah Yong Sumatera sebelum tahun 1928.

a. Masa Kebangkitan (1920-1945)
1). Periode 1920 (Angkatan Balai Pustaka)
2). Periode 1933 (Angkatan Pujangga Baru)
3). Periode 1942 (Angkatan 45)
b. Masa Perkembangan (1945 – sekarang)
1). Periode 1945 (Angkatan 45 : 1942-1953)
2). Periode 1950 (Angkatan 50 dimulai tahun 1953)
3). Angkatan 66
4), Angkatan 70
1.2  Rumusan Masalah

1.      Analisis Kesusastraan Rakyat
2.      Analisis Epos India dalam Mahabrata
3.      Analisis Kesusastraan Zaman Peralihan Hindu-Islam
4.      Analisis Kesusastraan Zaman Islam

1.3  Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini, selain sebagai tugas mata kuliah Sejarah Kesusastraan Indonesia ,

1.2  Metode Penulisan

Dalam penulisan ini data-data yang diperlukan adalah sbb;
a.  Data Primer
Yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber objek penulisan. Penulis mendapatkan informasi langsung dengan membaca buku Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik.

b. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penulisan, yakni diperoleh dari literatur yang ada hubungannya dengan peneltian. Antara lain penulis memperoleh referensi dari perpustakaan, surat kabar, internet serta informasi yang berhubungan dengan analisis ini.

BAB II
PEMBAHASAN


2.1 KESUSASTRAAN RAKYAT

2.1.1 Cerita Asal Usul

2.1.1.1 Sinopsis Asal Usul Gunung Tangkuban Perahu

Di Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Bandung terdapat sebuah tempat rekreasi yang sangat indah yaitu Gunung Tangkuban Perahu. Tangkuban Perahu artinya adalah perahu yang terbalik. Diberi nama seperti karena bentuknya memang menyerupai perahu yang terbalik. Konon menurut cerita rakyat parahyangan gunung itu memang merupakan perahu yang terbalik. Berikut ini ceritanya.
Beribu-ribu tahun yang lalu, tanah Parahyangan dipimpin oleh seorang raja dan seorang ratu yang hanya mempunyai seorang putri. Putri itu bernama Dayang Sumbi. Dia sangat cantik dan cerdas, sayangnya dia sangat manja. Pada suatu hari saat sedang menenun di beranda istana, Dayang Sumbi merasa lemas dan pusing. Dia menjatuhkan pintalan benangnya ke lantai berkali-kali. Saat pintalannya jatuh untuk kesekian kalinya Dayang Sumbi menjadi marah lalu bersumpah, dia akan menikahi siapapun yang mau mengambilkan pintalannya itu. Tepat setelah kata-kata sumpah itu diucapkan, datang seekor anjing sakti yang bernama Tumang dan menyerahkan pintalan itu ke tangan Dayang Sumbi. Maka mau tak mau, sesuai dengan sumpahnya, Dayang Sumbi harus menikahi Anjing tersebut.
Dayang Sumbi dan Tumang hidup berbahagia hingga mereka dikaruniai seorang anak yang berupa anak manusia tapi memiliki kekuatan sakti seperti ayahnya. Anak ini diberi nama Sangkuriang. Dalam masa pertumbuhannya, Sangkuring se lalu ditemani bermain oleh seekor anjing yang bernama Tumang yang dia ketahui hanya sebagai anjing yang setia, bukan sebagai ayahnya. Sangkuriang tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan dan gagah perkasa.
Pada suatu hari Dayang Sumbi menyuruh anaknya pergi bersama anjingnya untuk berburu rusa untuk keperluan suatu pesta. Setelah beberapa lama mencari tanpa hasil, Sangkuriang merasa putus asa, tapi dia tidak ingin mengecewakan ibunya. Maka dengan sangat terpaksa dia mengambil sebatang panah dan mengarahkannya pada Tumang. Setibanya di rumah dia menyerahkan daging Tumang pada ibunya. dayanng Sumbi yang mengira daging itu adalah daging rusa, merasa gembira atas keberhasilan anaknya.
Segera setelah pesta usai Dayang Sumbi teringat pada Tumang dan bertanya pada pada anaknya dimana Tumang berada. Pada mulanya Sangkuriang merasa takut, tapa akhirnya dia mengatakan apa yang telah terjadi pada ibunya. Dayang Sumbi menjadi sangat murka, dalam kemarahannya dia memukul Sangkuriang hingga pingsan tepat di keningnya. Atas perbuatannya itu Dayang Sumbi diusir keluar dari kerajaan oleh ayahnya. Untungnya Sangkuriang sadar kembali tapi pukulan ibunya meninggalkan bekas luka yang sangat lebar di keningnya.Setelah dewasa, Sangkuriang pun pergi mengembara untuk mengetahui keadaan dunia luar.
Beberapa tahun kemudian, Sangkuriang bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik. Segera saja dia jatuh cinta pada wanita tersebut. Wanita itu adalah ibunya sendiri, tapi mereka tidak saling mengenali satu sama lainnya. Sangkuriang melamarnya, Dayang Sumbi pun menerima dengan senang hati. Sehari sebelum hari pernikahan, saat sedang mengelus rambut tunangannya, Dayang Sumbi melihat bekas luka yang lebar di dahi Sangkuriang, akhirnya dia menyadari bahwa dia hampir menikahi putranya sendiri. Mengetahui hal tersebut Dayang Sumbi berusaha menggagalkan pernikahannya. Setelah berpikir keras dia akhirnya memutuskan untuk mengajukan syarat perkawinan yang tak mungkin dikabulkan oleh Sangkuriang. Syaratnya adalah: Sangkuriang harus membuat sebuah bendungan yang bisa menutupi seluruh bukit lalu membuat sebuah perahu untuk menyusuri bendungan tersebut. Semua itu harus sudah selesai sebelum fajar menyingsing.
Sangkuriang mulai bekerja. Cintanya yang begitu besar pada Sangkuriang memberinya suatu kekuatan aneh. Tak lupa dia juga menggunakan kekuatan yang dia dapat dari ayahnya untuk memanggil jin-jin dan membantunya. Dengan lumpur dan tanah mereka membendung air dari sungai dan mata air. Beberapa saat sebelum fajar, Sangkuriang menebang sebatang pohon besar untuk membuat sebuah perahu. Ketika Dayang Sumbi melihat bahwa Sangkuriang hampir menyelesaikan pekerjaannya, dia berdoa pada dewa-dewa untuk merintangi pekerjaan anaknya dan mempercepat datangnya pagi.
Ayam jantan berkokok, matahari terbit lebih cepat dari biasanya dan Sangkuriang menyadari bahwa dia telah ditipu. Dengan sangat marah dia mengutuk Dayang Sumbi dan menendang perahu buatannya yang hampir jadi ke tengah hutan. Perahu itu berada disana dalam keadaan terbalik, dan membentuk Gunung Tangkuban Perahu(perahu yang menelungkub). Tidak jauh dari tempat itu terdapat tunggul pohon sisa dari tebangan Sangkuriang, sekarang kita mengenalnya sebagai Bukit Tunggul. Bendungan yang dibuat Sangkuriang menyebabkan seluruh bukit dipenuhi air dan membentuk sebuah danau dimana Sangkuriang dan Dayang Sumbi menenggelamkan diri dan tidak terdengar lagi kabarnya hingga kini.
2.1.1.2 Deskripsi,Tokoh, Latar, Alur
Tokoh-tokoh yang terdapat pada Cerita Tangkuban Perahu Ini ialah Dayang Sumbi yang merupakan seorang putri yang cantik, cerdas, manja, dan lemah. Sangkuriang merupakan seorang anak yang tampan, gagah dan berani . Tumang merupakan  Seekor anjing yang menikah dengan Dayang Sumbi dan akhirnya mendapatkan anak yaitu Sangkuriang. Latar yang dipakai ialah daerah Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Bandung terdapat sebuah tempat rekreasi yang sangat indah yaitu Gunung Tangkuban Perahu. Alur yang digunakan merupakan alur maju sederhana.

2.1.2 Cerita Binatang
2.1.2.2 Sinopsis Dongeng Sang Kancil dan Buaya
Pada zaman dahulu Sang Kancil merupakan binatang yang paling cerdik di dalam hutan. Banyak binatang di dalam hutan datang kepadanya untuk meminta pertolongan apabila mereka menghadapi masalah. Walaupun ia menjadi tempat tumpuan binatang-binatang di dalam hutan, tetapi ia tidak menunjukkan sikap yang sombong malah bersedia membantu kapan saja.
Suatu hari Sang Kancil berjalan-jalan di dalam hutan untuk mencari makanan. Karena makanan di sekitar kawasan kediamannya telah berkurang, Sang Kancil pergi untuk mencari di luar kawasan kediamannya. Cuaca pada hari itu, sangat panas dan terlalu lama berjalan, menyebabkan Sang Kancil kehausan. Lalu, ia berusaha mencari sungai terdekat. Setelah mengelilingi hutan akhirnya Kancil aliran sungai yang sangat jernih airnya. Tanpa membuang waktu, Sang Kancil minum sepuas-puasnya. Dinginnya air sungai itu menghilangkan rasa dahaga Sang Kancil.
Kancil terus berjalan menyusuri tebing sungai. Apabila terasa capai, ia beristirahat sebentar di bawah pohon beringin yang sangat rindang. Kancil berkata di dalam hatinya “Aku mesti bersabar jika ingin mendapat makanan yang lezat-lezat.” Setelah rasa capainya hilang, Sang Kancil kembali menyusuri tebing sungai tersebut sambil memakan dedaunan kegemarannya yang terdapat di sekitarnya. Ketika tiba di satu kawasan yang agak lapang, Sang Kancil memandang kebun buah-buahan yang sedang masak ranum di seberang sungai. “Alangkah enaknya jika aku dapat menyeberangi sungai ini dan dapat menikmati buah-buahan tersebut,” pikir Sang Kancil.
Sang Kancil terus berpikir mencari akal bagaimana cara menyeberangi sungai yang sangat dalam dan deras arusnya itu. Tiba-tiba Sang Kacil memandang Sang Buaya yang sedang asyik berjemur di tebing sungai. Sudah menjadi kebiasaan buaya, apabila hari panas buaya suka berjemur untuk mendapat cahaya matahari.Tanpa berlengah-lengah lagi kancil menghampiri buaya yang sedang berjemur lalu berkata,” Hai sahabatku Sang Buaya, apa kabarmu hari ini?” Buaya yang sedang asyik menikmati cahaya matahari membuka mata dan didapati Sang Kancil yang menegurnya. “Kabar baik sahabatku, Sang Kancil.” Sambung buaya lagi, “Apakah yang menyebabkan kamu datang ke mari?”
“Aku membawa kabar gembira untukmu,” jawab Sang Kancil. Mendengar kata-kata Sang Kancil, Sang Buaya tidak sabar lagi ingin mendengar khabar yang dibawa oleh Sang Kancil, lalu berkata, “Ceritakan kepadaku apakah yang hendak engkau sampaikan?”
Kancil berkata, “Aku diperintahkan oleh Raja Sulaiman supaya menghitung jumlah buaya yang terdapat di dalam sungai ini karena Raja Sulaiman ingin memberi hadiah kepada kamu semua.” Mendengar nama Raja Sulaiman saja sudah menakuti semua binatang karena Nabi Sulaiman telah diberi kebesaran oleh Allah untuk memerintah semua makhluk di muka bumi ini. “Baiklah, kamu tunggu di sini, aku akan turun ke dasar sungai untuk memanggil semua kawanku,” kata Sang Buaya. Sementara itu, Sang Kancil sudah berangan-angan untuk menikmati buah-buahan. Tidak lama kemudian, semua buaya yang berada di dasar sungai berkumpul di tebing sungai. Sang Kancil berkata “Hai buaya sekalian, aku telah diperintahkan oleh Nabi Saulaiman supaya menghitung jumlah kamu semua karena Nabi Sulaiman akan memberi hadiah yang istimewa pada hari ini.” Kata kancil lagi, “Berbarislah kamu merentasi sungai mulai dari tebing sebelah sini sampai ke tebing sebelah sana.”
Karena perintah tersebut datangnya dari Nabi Sulaiman, semua buaya segera berbaris tanpa membantah. Kata Buaya, “Sekarang hitunglah, kami sudah bersedia.” Sang Kancil mengambil sepotong kayu yang berada di situ lalu melompat ke atas buaya yang pertama di tepi sungai dan ia mulai menghitung dengan menyebut “Satu dua tiga lekuk, jantan betina aku ketuk,” sambil mengetuk kepala buaya hingga Kancil berjaya menyeberangi sungai. Ketika sampai ditebing seberang, Kancil terus melompat ke atas tebing sungai sambil bersorak gembira dan berkata, “Hai buaya-buaya sekalian, tahukah kamu bahwa aku telah menipu kamu semua dan tidak ada hadiah yang akan diberikan oleh Nabi Sulaiman.”
Mendengar kata-kata Sang Kancil semua buaya merasa marah dan malu karena mereka telah ditipu oleh kancil. Mereka bersumpah dan tidak akan melepaskan Sang Kancil apabila bertemu pada masa akan datang. Dendam buaya tersebut terus membara hingga hari ini. Sementara itu Sang Kancil terus melompat kegembiraan dan terus meninggalkan buaya-buaya tersebut dan menghilangkan di dalam kebun buah-buahan untuk menikmati buah-buahan yang sedang masak ranum itu.
2.1.2.3 Deskripsi Tokoh, Latar dan Alur
            Dongeng binatang seperti ini sungguh menarik, tokoh-tokoh yang terdapat dalam dongeng kancil dan buaya ini hanya ada dua binatang, kancil dan buaya. Kancil merupakan sosok binatang yang cerdik dan buaya merupakan sosok binatang yang mudah tertipu. Terlihat pada dongeng diatas buaya-buaya dapat ditipu oleh seeokr kancil . Latar yang dipakai berada di pinggiran sungai dan kebun yang ranum buahnya. Alur yang dipakai merupakan alur maju.

2.1.3 Cerita Jenaka
2.1.3.1 Sinopsis Kisah si Kabayan dan Professor
Kabayan dan profesor duduk berhadapan di kereta api yang membawa mereka dari Bandung ke Jakarta. Mereka belum pernah bertemu sebelumnya, itulah sebabnya sepanjang perjalanan mereka tidak saling bercakap-cakap. Untuk mengusir kebosanan, profesor menawarkan sesuatu pada Kabayan, “Hai Kabayan, bagaimana kalau kita main tebak-tebakan?” Kabayan diam saja sambil menatap pemandangan di luar jendela kereta. Hal ini membuat Profesor menjadi gusar. Katanya, “Kabayan, ayo kita main tebak-tebakan! Aku akan mengajukan pertanyaan untuk kau tebak. Kalau kau tak bisa menjawabnya, kau harus membayarku Rp.5.000, Tetapi kalau kau bisa menjawabnya, aku bayar kau Rp. 50.000. Kabayan mulai tertarik dengan tawaran itu. Profesor melanjutkan, “Kemudian, kau ajukan pertanyaan padaku. Kalau aku bisa menjawabnya, cukup kau bayar aku Rp. 5.000. Tapi kalau aku tak bisa menjawabnya, aku bayar kau Rp. 50.000, Bagaimana?” Mata Kabayan berbinar-binar. Katanya, “Baik kalau begitu. Sekarang ajukan pertanyaanmu.” “Ok,”sahut profesor dengan cepat. “Pertanyaanku, berapa jarak yang tepat antara bumi dan bulan?” Kabayan tersenyum karena tak tahu apa jawabannya. Ia langsung merogoh sakunya dan menyerahkan Rp. 5.000,pada profesor. Dengan gembira Profesor menerima uang itu, “Nah, sekarang giliranmu.” Kabayan berpikir sejenak, lalu bertanya, “Binatang apa yang sewaktu mendaki gunung berkaki dua. Tapi sewaktu turun gunung berkaki empat?” Profesor lalu berpikir keras mencari jawabannya. Ia melakukan coret-coretan perhitungan dengan kalkulatornya. Kemudian ia mengeluarkan laptop, menghubungkannya dengan internet dan melakukan pencarian di berbagai situs ensiklopedi. Beberapa lama, profesor itu mencoba. Akhirnya ia menyerah. Sambil bersungut-sungut ia memberi uang Rp. 50.000 pada Kabayan yang menerimanya dengan hati senang. “Hai, tunggu dulu!” profesor itu berteriak. “Aku tidak terima. Apa jawaban atas pertanyaanmu tadi?” Si Kabayan tersenyum pada profesor. Dengan santai ia merogoh saku celananya dan menyerahkan Rp.5.000,- pada profesor. Jangan menganggap orang lain tidak tahu apa yang kita ketahui, karena seringkali di balik ketidaktahuannya mereka mengetahui apa yang tidak kita ketahui.
2.1.3.2 Deskripsi Tokoh, Latar, Alur
            Cerita Kabayan dan professor merupakan cerita yang amat lucu. Sebab Kabayan dalam lakon ini menjadi seorang yang cerdik untuk mendapatkan uang 50.000 rupiah, sedangkan professor digambarkan menjadi seseorang yang sangat jenius. Menarik sekali ketika amanat yang disampaikan ialah jangan menganggap orang lain tidak tahu apa yang kita ketahui, karena sering kali di balik ketidaktahuannya mereka mengetahui apa yang kita ketahui. Latar yang yang dipakai ialah di sebuah kereta api. Cerita ini menggunakan alur maju.

2.1.4 Cerita Pelipur Lara
2.1.4.1 Sinopsis Cerita Raja Kilan serta Putranya
Maka kata bayan itu, "Adalah seorang raja di negeri Istambul, terlalu amat besar kerajaan baginda itu. Maka adalah nama raja itu Kilan Syah dan istrinya baginda itu, bemama tuan putri Nur Zainun anak raja di negeri Kastambar; ada dengan menterinya bemama Mangkubumi Adapun akan raja itu ada berputra seorang laki-laki terlalu amat baik parasnya; maka dinamai oleh baginda akan anakanda itu raja Johan Rasyid. Maka raja Johan Rasyid itu pada lahirnya terlalu sangat bijaksana. Maka adalah umumya baharu empat belas tahun. Maka dengan takdir Allah sabhanahu wataala ayahanda baginda itu pun geringlah terlalu amat sangat. Maka segala wazir dengan segala orang besar-besar dan bentara dan penggawa di negeri itu pun, bertunggulah masing-masing kepada tempatnya serta dengan dukacitanya akan raja Kilan Syah gering itu.

Maka anakanda baginda raja Johan Rasyid pun tiadalah taksir lagi menyuruh mengobatkan ayahanda baginda itu pada segala hukama dan segala ulama. Maka obat pun tiadalah memberi faedah kepada baginda itu: seperti racunlah kepadanya.

Syahdan usahkan berkurang penyakit baginda itu, makin bertambah-tambah pula sakitnya. Maka raja Kilan Syah tahulah akan penyakit itu alamat mautlah. Setelah dirasai baginda hampirlah waktu baginda itu akan meninggalkan dunia, maka raja Kilan Syah pun menyuruh memanggil perdana menteri dan segala orang besar-besar dan segala pegawai-pegawai. Setelah datanglah masing-masing menghadap baginda, maka sekalian itu pun dengan tangisnya sebab bercintakan baginda itu.

Maka raja Kilan Syah pun bertitah, "Hai segala tuan-tuan! Ketahui olehmu bahwa aku hampirlah akan kembali dari negeri yang fana  ke negeri yang baka. Bahwa adalah amanatku pada kamu sekalian: akan anakku Johan Rasyid itu, pertaruhankulah pada kamu sekalian: pertama-tama aku serahkan kepada Allah subhanahu wataala dan Rasulnya, kemudian dari itu pada kamu sekalianlah. Bagaimana kamu sekalian telah berbuat bakti akan daku dan engkau mengasihi aku, demikianlah kepadanya. Hubayahubaya jangan engkau lainkan aku dengan dia; barang siapa melalui daripada  amanatku ini, durhakalah ia kepada aku; dan jika barang suatu hendak dikerjakan, sekali-kali jangan engkau lalui hukum Allah taala, dan takuti olehmu akan Allah subhanahu wataala sangat-sangat."


Maka sembah mereka itu sekalian, "Ya tuanku syah alam, jangan apalah tuanku memberi titah demikian memberi belas rasa hati patik sekalian. Adakah pemah pafik sekalian melalui titah duli tuanku? Titah yang demikian itu pun patik junjunglah di atas batu kepala patik sekalian, dilanjutkan Allah subhanahu wataala umur syah alam."

Setelah raja Kilan Syah mendengar sembah mereka itu sekalian, maka baginda pun menangis seraya menghadapkan muka baginda kepada anakanda baginda raja Johan Rasyid.

Maka titah raja, "Hai anakku Johan Rasyid! Baik-baiklah engkau peliharakan dirimu daripada apt naraka! Dan pebenar olehmu barang katamu dan hendaklah engkau adil dan murah. Jauhi olehmu daripada  dusta dan lalim! Hendaklah buka tanganmu dan jauhi olehmu daripada kikir, karena benar itu perhiasan segala raja-raja yang berilmu. Jika engkau turut seperti wasiatku ini, tiadalah engkau menganiaya dirimu kepada kedua buah negeri  "

Setelah sudah raja Kilan Syah berwasiat, maka raja Kilan Syah pun kembali kerahmat Allah taala dari negeri yang fana ke negeri yang baka. Maka segala mereka itu pun merataplah, riuh rendahlah bunyi segala isi istana, menderulah bunyinya seperti ribut topan.

Maka perdana menteri dan segala pegawai orang besar-besar itu pun semuanya habis berhimpun, hendak merajakan Johan Rasyid. Maka mayat raja Kilan Syah pun dikuburkan oranglah dengan sempumanya seperti adat segala raja-raja yang besar; demikianlah diperbuat orang akan baginda. Maka raja Johan Rasyid pun tiadalah taksir lagi akan mengerjakan jenazah ayahanda baginda itu. Maka setelah datanglah kepada setahun lamanya raja Johan Rasyid di atas takhta kerajaan, maka terlalulah ia lalim, tiada takut akan Allah subhanahu wataala dan tiada takut dan malu akan Nabi kita, dan wasiat ayahandanya pun dilupakannyalah; melainkan akan hawa nafsunya juga yang diikutinya, dan akan nyawa segala hamba Allah pun tiadalah terhisabkan lagi; pada sehari-hari makin bertambah-tambah juga _lalimnya. Setelah diUhat oleh perdana menteri dan segala wazir  dan segala orang yang bemama-nama akan raja Johan Rasyid demikian itu, maka ia pun terlalu heran dari karena sangat bersalahan daripada raja Kilan Syah, seperti langit dengan bumi jauhnya dengan perangai ayahanda itu. Maka perdana menteri dengan segala wazir dan segala orang besar-besar dan segala pegawai pun berhimpun pergi menghadap raja Johan Rasyid, lalu duduk menyembah.

Maka sembah perdana menteri dan segala mereka itu, "Ya tuanku Syah Alam! Maka adalah patik sekalian ini menghadap ke bawah duli tuanku, karena tuanku mengerjakan pekerjaan larangan Allah dan Rasul dan tiada mengikut wasiat paduka marhum sedang mangkat; bukankah baginda berpesan kepada duli tuanku melarangkan daripada kerja yang tiada berbetulan dengan hukum Allah "taala jangan duli tuanku kerjakan; dan lagi duli tuanku raja berasal, lagi berilmu turun-temurun daripada paduka ayahanda baginda raja yang adil; maka sampai kepada masa tuanku naik kerajaan, demikianlah jadinya, tiadalah tuanku menurut amanat paduka ayahanda itu."

Setelah raja Johan Rasyid mendengar sembah perdana menteri dan segala pegawai-pegawai orang yang besar-besar itu, suatu pun tiada apa titah raja Johan Rasyid, lalu ia berbangkit ke istananya. Maka perdana menteri dengan segala orang besar-besar pun tiadalah terbicara lagi, oleh karena sembah mereka itu tiada disahut oleh raja Johan Rasyid.

Setelah ia mendengar sembah segala mereka itu, makin bertambah-tambah pula lalimnya daripada ia belum mendengar Sembah perdana menteri itu. Maka segala isi negeri Istambul pun berundurlah dari negeri itu.

Setelah dilihat oleh perdana menteri dan segala orang besar- besar akan hal negeri itu, maka perdana menteri dan segala wazir pun terialu dukacita seraya dengan herannya melihat qadla Allah taala yang datang kepadanya itu. Maka perdana menteri pun memanggil segala wazir dan segala pegawai di dalam negeri itu berhimpun ,musyawarat. dengan perdana menteri itu mencari bicara akan raja Johan Rasyid, kalau-kalau mau, raja itu berbuat adil, supaya negeri jangan binasa. Setelah sudah musyawarat, maka oleh perdana menteri dan segala orang besar-besar dibawanya waliullah empat orang serta delapan orang ulama pergi kepada raja Johan Rayid. Maka pada ketika itu juga raja Johan Rasyid pun sedang dihadap oleh orang yang garib-garib  segala hamba raja yang jahat-jahat itu dan fasik murtad celaka, segala orang itu pun dikasihi oleh raja. Maka baginda pun melihat waliullah dating dibawa olehnya perdana menteri dan segala pegawai baginda, maka segeralah ia berangkat masuk ke istana. Setelah dilihat oleh waliullah dan ulama itu tiada dengan adatnya, maka ulama dan waliullah pun tersenyum. Maka perdana menteri dan segala orang besar-besar pun tiadalah terbicara lagi. Maka segala mereka itu pun masing-masing kembali ketempatnya dengan dukacitanya.

Maka beberapa hari perdana menteri dengan segala orang besar-besar hendak berdatang sembah kepada anak raja itu, tiada juga ia mau keluar; daripada sehari-hari makin bertambah lalimnya. Maka negeri itu pun diturunkan Allah subhanahu wataala kemarau sangat keras; kepada sebulan, sehari pun tiada hujan. Maka segala tanaman orang pun banyaklah mati. Maka segala dagang pun tiada masuk ke negeri itu, karena mendengar rajanya sangat lalimnya, dan segala makanan pun tiada dibawa masuk ke negeri itu, jadi mahalhh. Maka orang-orang di dalam negeri itu pun lapariah, banyak mati. Maka segala pegawai dan wazir pun berhimpunlah datang kepada perdana menteri bertanya dan bicarakan raja Johan Rasyid itu.

Maka kata segala mereka itu kepada perdana menteri, "Jikalau raja ini tiada kita bunuh, niscaya binasalah negeri ini, kita sekalian pun huru-haralah."

Setelah dilihat oleh perdana menteri akan segala mereka itu gobar sangat, hendak membunuh raja itu, maka kata perdana menteri akan saudaranya.

"Pada bicara hamba, baiklah sabar dahulu, sementara kita bertanya hukum kepada kadi akan raja kita ini, maka hukum Allah suhanahu watala, di sanalah kita turut."

Maka sahut segala mereka itu, "Benarlah seperti kata perdana menteri itu, tetapi kami sekalian hendaklah segera menyembah raja lain."

Maka kata perdana menteri, "Jikalau demikian, marilah kita pergi kepada kadi, supaya saudara hamba jangan syak hati."

Maka segala mereka itu pun pergilah mendapatkan kadi, Maka di dalam negeri itu pun setengah orang berhimpun membaca kitab daripada seorang mufti. Maka segala wazir yang besar-besar datang itu dengan alat senjatanya; maka kadi pun terkejut seraya menyerahkan dirinya kepada Allah taala; maka katanya, "Apa pekerjaan saudara hamba datang beramai-ramai ini? Karena apa?"

Maka perdana menteri pun naik duduk seraya menyembah serta memberi salam dan hormat. Maka disahuti kadi salamnya itu dan mufti itu pun memberi hormatnya dengan seribu kemuliaan.

Maka kata perdana menteri, "Adapun hamba datang kepada tuan hamba ini hendak bertanyakan hukum Allah taala akan segala raja-raja yang harus menjadi raja."

Maka kata kadi kepada mufti, "Ya Malulana  .Tuan hamba!"

Maka kata mufti, "Baiklah! Hai tuan-tuan sekalian, ketahuilah, bahwasanya kepada hukum Allah yang hams akan raja itu, berakal, tiada harus raja itu bebal; kedua balig, tiada harus kanak-kanak; ketiga berbudi, tiada harus raja itu khilaf akalnya; keempat raja itu sehat, tiada harus raja penyakit aib seperti sopak dan kusta; kelima, raja itu adil, tiada harus raja itu lalim, karena itu menjadi dlilullahu filalam  imam sekalian manusia, karena segala raja itu membawa tertib sallallahualami wasallam, karena raja bayang Allah taala dan ganti Nabi, supaya boleh diturut segala manusia.


Setelah mereka itu mendengar kata mufti itu dengan beberapa hadis dan dalil, maka kata perdana menteri dengan segala wazir itu, "Ya Maulana, akan raja kita ini apa hukumnya? Karena ia terlalu sangat lalim akan segala manusia, sedikit pun tiada rahimnya akan segala isi negeri.''

Maka kata mufti itu, "Suruh ia bertobat daripada pekerjaannya itu; jikalau ia tiada mau tobat, kamu sekalian bunuh akan dia."

Maka kadi dan perdana menteri dan segala pegawai dan segala wazir pun menyuruh bicara lengkap segala alat senjata. Maka segala rakyat pun hendak mengerjakan seperti kata mufti itu.

Maka segala musyawarat itu pun terdengarlah kepada baginda raja Johan Rasyid hendak dibunuh akan dia; hendak disuruh tobat itu, tiada dipakainya. Maka ia pun segeralah lari dengan seekor kuda, seorang pun tiada sertanya. Maka mereka sekalian pun datanglah hendak menyuruh raja Johan Rasyid itu tobat. Maka kata segala yang garib-garib itu, "Bahwa raja sudah lari dengan seekor kuda ke mana-mana perginya tiadalah kami ketahui."

Setelah segala khalayak mendengar kata itu, maka kata segala wazir dan segala pegawai yang besar-besar kepada perdana menteri, "Akan sekarang ini, apa bicara tuan hamba? Negeri kita ini tiada beraja, tiada harus pada hukum Allah taala."

Maka kata mufti, "Baiklah Kadi, ini kita jadikan raja sementara mencari yang lain, supaya tetap negeri."

Maka mereka itu pun kabuUah akan kata mufti itu. Maka kadi pun ditabalkan  oranglah dengan sepertinya.

Setelah kadi itu jadi raja, maka ia pun terialulah adil, kepada barang yang dikerjakannya dengan hukum Allah taala juga, sekali-kali tiada bersalahan seperti dahulu itu dengan sekarang ini. Maka isi negeri itu pun kembalilah seperti adat sediakala.

Sebermula, maka tersebutlah perkataan raja Johan Rasyid lari itu. Setelah datanglah kepada empat puluh hari perjalanan, maka ia pun bertemulah dengan Bedawi  delapan orang. Maka dirampaslah oleh Bedawi itu akan raja Johan Rasyid, habis diambilnya kudanya dan senjatanya dan pakaiannya sekaliannya dirampas. Maka Bedawi yang delapan orang itu pun berjalanlah kepada tempat lain, menjadi kayalah sebab ia beroleh pusaka pakaian kerajaan dengan selengkapnya itu.

Setelah Bedawi itu sudah berjalan, maka raja Johan Rasyid pun tinggallah dengan lapar dahaganya yang amat sangat serta dukacitanya. Maka ia pun baharulah sadarkan dirinya diqadlakan Allah taala akan dia, dibalasnya perbuat lalim itu. Maka raja pun terlalulah menyesal mengerjakan segala pekerjaan yang telah lalu itu, seraya bertobat kepada Allah subhanahu wataala dengan sempumanya. Maka raja Johan Rasyid pun menjadikan dirinya seorang fakir minta sedekah, segenap negeri orang ia pergi, serta mengerjakan iman dan taat menjauhkan kufur dan maksiat. Maka terlalulah amat sangat keras pertapaannya itu.

Maka kadi pun sampailah turun-temurun menjadi raja di negeri Istambul datang kepada anak cucunya. Demikianlah hikayat raja Kilan Syah berpesan kepada anaknya.
2.2 KESUSASTRAAN DALAM EPOS INDIA : RAMAYANA
2.2.1 Sinopsis
Seorang raja dari Ayodya yang bernama Dasarata sangat menginginkan seorang putra, ia berusaha mendapatkan putra dengan mengadakan upacara korban kuda untuk dipersembahkan ke dewa-dewa . Saat upacara itu dilaksanakan para dewa-dewa melakukan perundingan seperti sebuah rapat di kayangan. Saat itu para dewa mengadu pada Brahma bahwa Rahwana selalu mengganggunya, dan kesulitannya karena Rahwana ini tak dapat dibinasakan. Kemudiandatang Wisnu dan dimintai para dewa agar Wisnu menjelma menjadi seorang manusia untuk membunuh Rahwana. Para dewa meminta agar Wisnu menjelma menjadi manusia sebagai anak Dasarata dan Wisnu pun tidak keberatan atas permintaan para dewa. Setelah korban kuda dan perundingan  dewa-dewa di kayangan disepakati maka ketiga permaisuri Dasarata hamil dan beberapa kemudian melahirkan anak. Istri Dasarata yang bernama Kausalnya melahirkan Rama, Kaikeyi melahirkan Bharata dan itri yang ketiga yaitu Sumitra melahirkan anak kembar yang diberi nama Laksamana dan Satrughna. Kemudian Para dewa menciptakan kera-kera yang gagah berani untuk membantu Rama yang merupakaan jelmaan dari dewa Wisnu agar dapat membunuh Rahwana. Kera-kera yang diciptakan oleh para dewa itu diantarnya adalah Wali, Sugriwa, dan Hanuman.
Rama tumbuh menjadi seorang pria gagah yang dicintai ayah dan rakyatnya. Saat Rama berusia 16 tahun datang seorang pertapa kepada Dasarata, pertama itu bernama Wiswamitra. Wiswamitra meminta Rama agar membantunya memnuh raksasa-raksasa yang mengganggu para pertapa. Rama kemudian mengajak Laksamana untuk mendatangi tempat Wiwamirta bertapa dan selanjutnya mereka berhasil membunuh para raksasa tersebut. Mereka kembali pulang dan saat meuju perjalanan pulang mereka singgah di Istana Janaka tempat Raja Wedeha. Raja Wedeha ini memilki seorang putri cantik bernama Sita dan kebetulan sekali Raja Wedeha sedang mengadakan sayembayara ketika Rama dan Lkasamana singgah di istananya, sayembara itu adalah barangsiapa yang dapat melentur busur panah itu akan menjadi suami Sita. Banyak orang-orang perkasa yang mengikuti sayembara itu namun ternyata Ramalah yang dapat memenangkan sayembara tersebut. Dengan demikian Rama berhasil mendapatkan Sita dan mereka pun mengadakan perkawinan besar-besaran. Tak hanya Rama yang menikah adik-adiknya pun ikut menikahi adik Sita dan sanak saudara Sita. Laksamana menikahi Umila, Bharata dengan Mandawi, dan Satrughna dengan Sruta Kritti.
Setelah beberapa tahun kemudian ketika Dasarata merasa dirinya terlalu tua untuk memimpin Ayodya maka ia akan mengankat Rama untuk menjadi penggantinya sebagai Raja Ayodya, penobatan Rama menjadi Raja sudah dipersiapkan sayangnya terjadi permasalahan yang dimulai oleh rasa iri dayang Kaikeyi, dayang itu berharap anak Kaikeyi lah yang seharusnya menggantikan Dasarata menjadi Raja. Dayang tersebut terus membujuk Kaikeyi agar Bahrata menjadi Raja. Dengan segala tipu muslihatnya dayang itu menginagtakan bahwa raja telah berjanji akan mengangkat anak Kaikeyi menjadi raja karena Kaikeyi pernah berhasil menyembuhkan penyakit raja. Dayang itu membujuk Kaikeyi agar Rama dibuang ke hutan dan Bharata diangkat menjadi raja. Saat Kaikeyi mengajukan permintaannnya tersebut Dasarat begitu kaget karena ia tak mungkin mengingkari janjinya, karena ia adalah seorang raja yang kuat mememgang janji. Sbagai seorang ayah Dasarata tidak berani mengatakan kenyataan tersebut oleh karena itu Kaikeyilah mengatakan langsung kepada Rama apa yang berlaku. Sebagai anak yang cakap dan baik Rama menerima dengan senang hati untuk memenuhi permintaan Kaikeyi. Maka Rama pun berangkat meninggalkan Ayodya bersama Sita dan adiknya Laksamana yang ingin menemaninya mengembara di hutan belantara.
Seluruh negeri pun diliputi rasa duka terutama Dasarat yang sanagt bersedih hati, hingga ia teringat akan masa lampaunya ketika ia pergi berburu. Saat berburu itu ia tidak sengaja membunuh anak seorang pertapa yang buta sehingga pertapa itu mengutuk dan menyumpahi Dasarata bahwa ia akan mati karena kehilangan anaknya juga. Ternyata sumpah itu sungguh terjadi Dasrata akhirnya meninggal karena menderita saking merindui Rama, anak kesayangannya.
Seperginya Dasarata, Bharata dan Satrughna yang sedang tinggal dengan neneknya pun dipanggil untuk pulang ke istana. Begitu sedinya mereka karena sepulangnya k istana ayahnya telah meninggal dan Rama pun dibuang ke hutan. Bharata sangat kecewa pada Ibunya karena ia tak mau menggantikan Rama menjadi Raja Ayodya. Bharata ingin Rama menjadi raja sehingga ia mencari Rama untuk kembali pulang ke Ayodya dan menjadi raja.
Bharata memohon kepada Rama agar kembali ke Ayodya untuk menjadi raja, akan tetapi Rama tak mau mengingkari janjinya kepada ayahnya untuk tinggal di hutan selama 14 tahun. Bharata pun akhirnya terpaksa menjalankan amanat menjadi raja selama 14 tahun namun ia tidak ingin menjalankannya lebih dari 14 tahun jika Rama tak ingin kembali juga maka ia akan membakar dirinya sendiri. Dengan hati yang berat Bharata kembali pulang dengan membawa sandal rama yang setelah sampai di istana ia menempatkan sandal itu di atas takhta sebagai lambang raja. Bakan saking menyayangi saudaranya Bharata hanya akan memerintah atas nama Rama saja.
Kemudian Rama pindah ke hutan pedalaman, hutan itu bernama Dandaka. Dalam hutan ini Rama disambut oleh para pertapa dan menjadi pelindung bagi para pertapa.
Pada suatu waktu Sita diculik oleh seorang raksasa bernama Wirada Cuba, namun Rama dan Laksamana berhasil membunuh raksasa tersebutdan membebaskan Sita kembali. Setekah itu Rama bertemu dengan seekor burung Jetayu yang kemudian menjadi sahabat baik Rama.
Di cerita lainnya ternyata adik Rahwana yang bernama Suparnakha jatuh cinta pada Rama, tentu saja Rama menolak cintanya, begitu pula kepada Laksamana sehingga Supranakha marah hingga berencana membunuh Sita. Kemudian Laksaman memotong telinga dan hidungya. Supranakha semakin marah dan mengadu kepada dua saudaranya, Khara dan Dusana yang segera datang menyerang Rama habis-habisan denga pasukan raksasa. Akan tetapi Rama sangat kuat sehingga berhasil menghancurkan pasukan itu hingga Dusana mati terbunuh. Mengetahui kegagalannya Supranakha langsung mengadu pada Rawana, ia menceritakan juga bagaimanakecantikan Sit sehingga Rawana tergoda untuk memilki Sita. Rawana segera meminta bantuan kepada sakti Merica yang dapat menjelma menjadi binatang apapun. Pergilah Rahwana dan Merica untuk menculik Sita. Dengan akal bulusnya Merica menjelma menjadi kijang emas yang diinginkan Sita. Sita meminta kepada Rama untuk menangkapkan kijang tersebut namun Laksaman memperingatkan Rama agar hati-hati.
Setelah Rama pergi menangkap kijang terdengar suara yang meanggil-manggil Rama dan Laksamana, Sita menyruh Laksaman menolong Rama, tapi Laksamana tidak mau karena ia curiga dengan suara itu, tapi Sita malah menuduh Laksaman lah yang menginginkan Sita sehingga sengaja menyelakakan Rama. Tentu saja Laksaman tidak mau dituduh demikian sehingga ia segera menghampiri suara itu. Saat itulah Rawana beraksi menculik Sita yang tengah sendirian, Jetayu datang mencoba menyelamatkan sayangnya Jetayu akhirnya terbunuh oleh Rahwana dan Sita pun dibawa Rawana ke istananya untuk dibujuk dan pada akhirnya dipaksa menjadi istrinya.
Sebelum Jetayu menghembuskan nafas terakhir ia memberi tahu Rama dan Laksaman bahwa Sita diculik Rawana. Rama dan Lkasamana pun segera menuju istana Rawana. Dalam perjalanan mereka membuduh Kebnadha yang ternyata adalah seorang anak dewa yang terkena kutukan dewa lain. Kebandha sangat berterimakasi kepada Rama karena telah melepaskannya dari kutukan. Lalu ia menasehati Rama agar meminta bantuan kepada  Sugriwa, yang diusir abangnya Bali dari kerajaannya.
Sugriwa tingga di sebuah gunung, dan mereka mendatangi Sugriwa secepatnya. Rama dan Sugriwa menyepakati perjanjian persahabatan bahwa Rama membantu Sugriwa merebut kerajaan dan istrinya kembali dari tanga saudaranya Bali, dan Sugriwa membantu Rama mencari Sita. Setelah Bali terkalahkan maka Sugriwa kembali menjad raja kera dan mengerahkan semua kera ke 4 penjuru angin.
Kera yang paling terkenal adalah Hanoman, ia sebenarnya adalah anak dewa angin yang sangat tangkas.Dengan sebentuk cincin yang diberikan Rama maka Hanoman pun bergerak menuju arah selatan mencari Sita. Kemudian Hanoman bertemu dengan Sampati, kakak burung Jetayu, ia memberitahu dimana tempat tinggal Rawana. Setelah itu Hanoman berhasil menemukan Sita yang sedang dipaksa oleh Rawana.
Ketika Rawana pergi, Hanoman menghampiri Sita, dan menjelaskan semuanya, Sita percaya pada Hanoman karena ia menunjukkan cincin Rama. Untuk menguji kekuatan musuh Hanoman melawan semua raksasa, dan Hanoman tertangkap dan akan dibakar. Dengan segala kepandaiannya Hanoman melepaskan diri dan menyampaikan berita tentang Sita kepada Rama.
Ketika Rama sedang bersiap-siap menyerang, Wibhisana menasehati Rawana sebagai saudara agar ia menembalikan Sita pada Rama. Syangnya nasihatnya tak di dengar Rawana  sehingga Wibhisana memihak pada Rama. Ia menganjurkan pada Rama agar meminta bantuan pada dewa laut. Dewa laut pun meminta seeokor kera bernama Nala untuk membuatkan jembatan ke Langka yaitu ke istana Rawana.
Terjadilah perang yang ebat antara Rama dan Rawana, setelah perang sengit berlangsung akhirnya Ramalah yang berhasil membunuh Rawana dengan panah pemberian Dewa Indra. Sepeninggal Rawana duniua menjadi damai kemabali. Wibhisana menjadi raja di Langka dan Rama bertemu kembali dengan Sita. Mereka kembali ke Ayodya dengan gembira.
Setelah apa yang terjadi Rama mencurigai kesucian Sinta, oleh karena itu Rama meminta Sita agar membersihkan diri dengan melewati api. Ternyata Sita memang setia dan masi suci oleh karena itu ia selamat saat melewati api.
Rama mejadi raja selama seribu tahun dan ia mendengar gunjinga rakyat yang mengatakan bahwa Sita bukanlah wanita suci karena pernah tinggal di istana Rawana. Terpaksa Rama mengasingkan Sita dan ia tinggal di rumah valmiki yang menyusun kisah Ramayana.
Menurut Valmiki, Sita sebenarnya tidak berdosa dan tetap suci, saat itu ajal Sita telah tiba. Rama menangis kehilangan Sita. Menurut cerita Rama akan kembali dengan Sita di kayangan.

2.2.2        Deskripsi Tokoh, Latar, dan Alur

Ramayana merupakan epos terkenal  dari India Ramayana adalah puisi yang berisi ajaran moral. Ajarannya yaitu Darmasastra (ajaran moral) hal ini tercermin dari budi tokoh yang ada dalam Ramayana, misalnya tokoh Rama yang begitu mencerminkan manusia bermoral tinggi, seseorang yang sanagt memegang janjinya seperti ayahnya Dasarata. Kemudian ajaran Arthasastra (ajaran politik dan peperangan) ajaran politik dan pperangan yang terdapat dalam Ramayan ini tercermin dalam tokoh utama Rama yang sangat pemberani dan siap memerangi kejahatan yang disimbolkan oleh tokoh Rawana. Ajaran selanjutnya adalah Nitisastra (Ajaran tata cara Hidup yang mudah), tata cara hidup yang mudah juga dicontohkan dalam Ramayan pada sikap-sikap tokohnya yang bijaksana terutama Rama dan saudara-saudaaranya.  Itulah tokoh Rama seseorang yang gagah, taat, suami penyayang, kesatria pemberani, dan seorang saudara yang baik. Rama bukan laki-laki yang mudah tergoda oleh wanita, sebaliknya dengan Rawana, ia adalah tokoh yang sangat jahat, selalu merebut hak milk orang, kejam dan pemaksa. Rawana adalah simbol manusia yang jiwanya hitam. Sedangkan Sita adalah sosok wanita yang setia dan penyayang.
Tokoh-tokoh lain dalam cerita Ramayana ini misalnya seperti Laksamana, ia adalah seorang saudara yang sanagt mencintai suadarnya, penolong dan rela berkorban. Begitu juga dengan saudara-saudara Rama yang lainnya. Tokoh yang dengki dan jahat hanyalah adik Rawana yang bernama Suparnakha, ia tak jauh beda dengan Rawana yang selalu ingin merebut hak orang lain dan sangat kejam.
Latar yang terdapat dalam epos Ramayana ini adalah  India terbukti karena ada penyebutan sungai gangga yang berada di India, sedangkan waktunya menjelaskan bahwa epos Ramayana ini ketika zaman hindu  di India.
Alur yang digunakan dalam cerita Ramayana adalahalur campuran. Pada awal dan akhir cerita tersebut menggunakan alur maju, namun ada bagian ketika alur itu dibuat Flashback yaitu ketika Dasarata mengingat kembali masa lalunya tentang kutukan dan sumpahan dari petapa karena ia telah membunuh ank pertama yang buta dengan tidak sengaja.

2.3 KESUSASTRAAN ZAMAN PERALIHAN HINDU – ISLAM
2.3.1 Sinopsis Hikayat Langlang Buana : Indera Bumaya dan Putri Manduratna

Indera Bumaya , pun seorang raja manusia, melihat gambar putri keinderaan Kesuma Dewi dalam mimpinya dan ia pun pergi mencari putri itu. Ia bertemu dengan seorang putri peri, "Cendera Lela Nur Lela. Johan Syah Peri, tunangan putri itu, menyangka, bahwa maksudnya jahat dan karena itu memerangi  dia, akan tetapi akhirnya keduanya jadi bersahabat. Indera Bumaya berangkat, mencari jalan ke kayangan.

Setelah sudah, baginda pun bermohonlah kepada raja Johan Syah Peri itu dan tuan putri Cendera Lela Nur Lela pun menangis dengan raja Johan itu. Setelah sudah, kata raja Johan Syah Peri, "Hai, saudaraku, jikalau ada suatu perihal tuan hamba, citalah  nama hamba, supaya hamba datang mendapatkan tuan hamba barang di mana."
     
Setelah sudah ia berteguh-teguhan setia itu, raja Indera Bumaya pun bermohonlah kepada raja Johan Syah Peri, lalu berjalan menuju matahari mati, dengan menurut isyarat raja Johan Syah Peri itu, dan beberapa melihat kekayaan- Allah subhanahu wataala yang indah-indah. Dan tiada berapa lama antaranya berjalan itu, baginda pun bertemulah dengan suatu padang terlalu luas dan suatu tasik, seperti laut rupanya kelihatan dari jauh. Kata raja Indera Bumaya, "Wahai, laut mana gerangan ini?"
    
Setelah ia berpikir demikian itu, baginda pun berjalanlah mendapatkan tasik itu. Setelah sampai ke sana, dilihat oleh baginda tasik itu berombak-ombak.

Pada tasik itu ada beberapa pohon bunga-bungaan dan buah-buahan daripada anggur dan kurma, sekaliannya menegur akan baginda, katanya, "Datang tuanku raja Indera Bumaya, dendam kami selama ini, baharulah sekarang kita bersua." "Cinta berahi selama ini, baharu sekarang bersua," demikianlah pula katanya beberapa burung, seperti bayan dan nuri, emas dan tembaga suasa, ada yang tersenyum, ada yang tertawa dilihat oleh baginda, sekaliannya menegurkan, "Datang tuanku raja Indera Bumaya, dendam kami semua ini."

Oleh baginda diminum air yang di hulu tasik itu, rasanya manis, baginda pun bermain-main di tepi tasik itu. Seketika lagi angin pun bertiuplah, tasik itu berombak-ombak. Seketika itu timbullah  ikan  emas terlalu indah-indah rupanya.  Katanya, "Datang tuanku raja Indera Bumaya, dendam kami selama ini, baharulah sekarang kita bertemu."

Kata raja Indera Bumaya, "Heran sekali aku melihat ikan di tasik ini pandai berkata-kata menegur."

Ikan itu pun berpantun, demikianlah bunyinya:
          "Guliga di dalam puan,
          pakaian anak raja mandi.
          Alangkah payah gerangan tuan,
          dendam di mana akan dicari."
    
Demikianlah pantun segala ikan di dalam tasik itu menegur akan raja Indera Bumaya itu juga.

Kemudian ia berpantun pula :
           "Hanyutlah segar di laut gelora,
          besar ombaknya sebelah kiri.
           Jikalau cerdik barang bicara,
           segeralah juga akan mencari."
     
Ikan itu pun tenggelam pula, dan raja Indera Bumaya pun heranlah melihat hal ikan itu.

Diceritakan oleh orang yang empunya cerita ini: Adapun di dalam tasik itu ada seorang peri terlalu besar kerajaannya bernama Baharum  Dewa. Akan raja itu beranak seorang perempuan terlalu amat elok parasnya. Beberapa anak raja, mambang dan dewa-dewa telah meminang tuan putri itu, tiada diberi oleh baginda, karena baginda itu asalnya daripada anak cucu Batara Gangga yang terlalu masyhur, baginda itu hendakkan anak manusia, tiadalah suka diberi anaknya bersuamikan raja jin atau mambang. Oleh ayah bunda baginda dinamai akan dia tuan putri Mandu Ratna, terlalu elok parasnya seperti anak-anakan emas, umurnya baharu empat belas tahun, tubuhnya seperti cermin yang sudah terupam dan rambutnya ikal dan bibirnya merah seperti delima merkah, dahinya seperti sehari bulan, pipinya pauh dilayang, hidungnya bagai sekuntum melur dan dagunya laksana lebah bergantung, baik barang lakunya, gilang-gemilang, kilau-kilauan, tiada dapat ditentang nyata parasnya dan tiada jemu mata memandang tuan putri itu.

Tersebutlah perkataan raja Indera Bumaya bermain-main di tepi tasik itu, baginda pun berhenti di bawah pohon kayu beringin yang terlalu besar batangnya dan rimbun daunnya, serta harum bau bunganya; angin pun bertiuplah lemah lembut. Baginda pun tidur terlalai di atas batu hampar di situ, seperti balai rupanya. Seketika lagi peri penunggu pintu tasik itu pun datanglah hampir kepada baginda itu.

Baginda itu tidur tiada sadarkan dirinya, sebab sejuk ditiup angin. Seketika lagi baginda pun terkejutlah serta membukakan matanya, dilihatnya ada seorang perempuan tua duduk hampir kepada baginda. Baginda pun bangunlah, seraya katanya, "Hai orang tua, siapa tuan hamba ini dan apa nama tasik ini?"

Sahut peri itu, "Hai orang muda, hamba ini peri penunggu tasik ini. Tuan hamba ini anak siapa dan bangsa apa tuan hamba, apa maksud tuan hamba kemari ini?"

Sahut raja Indera Bumaya, "Hai Nenekku, hamba ini bangsa manusia, dan nama hamba raja Indera Bumaya, dan ayah bunda hamba raja Maharaja Indera Kuci dan nama negeri hamba Lela Gambara ". Lalu diceritakannyalah segala hal-ihwalnya, dikatakannya kepada peri itu.

Kata peri itu, "Hai cucuku, marilah tuan ke rumah nenek  barang sehari dua hari."

Kata raja Indera Bumaya, "Baiklah, Nenekku."

Baginda dibawa oleh peri itu ke rumahnya. Setelah sampai, di perjamuanya makan dan minum. Setelah sudah kata raja Indera Bumaya, "Ya Nenekku, taman siapa gerangan ini?"

Kata peri itu, "Ya, cucuku, inilah taman anak raja Baharum Dewa dan nama anaknya yaitu tuan putri Mandu Ratna." Lalu dikatakannya segala hal-ihwal tuan putri itu, bahwa parasnya terlalu  elok.
      
Raja Indera Bumaya pun berkata, "Hai Nenekku, bolehkah hamba melihat tuan putri itu?"

Kata peri itu, "Jika tuan hamba hendak melihat tuan putri itu, nantilah ketika ia datang ke taman ini, dapatlah tuan hamba melihat tuan putri itu."

Kata raja Indera Bumaya, "Waktu manakah ia datang mandi ke taman ini?"

Kata peri itu, "Tiga hari lagi datanglah ia mandi kemari."

Tersebutlah perkataan tuan putri Mandu Ratna Dewi, pada malam itu duduk dihadap oleh segala dayang-dayang pengasuhnya sekalian.

Sembah inangda, "Ya, Tuanku tuan putri, patik bermimpi semalam, Tuanku, langit berpayung bulan dipagar bintang rupanya."

Segala dayang-dayang pun tertawa.

Sahut tuan Putri, "Aku pun bermimpi juga tidur tadi malam, berselimut bunga di karang rasanya; sekarang juga baunya pun belum hilang, lekat pada tubuhku. Ingin- aku beroleh bunga itu, baunya ada, rupanya tidak."
     
Sembah seorang dayang-dayang, katanya, "Kalau-kalau tuanku hendak bersuami."

Tuan putri pun memalis mukanya supaya tersenyum; ramailah dayang-dayang biti-biti perwara  bergurau dan bersenda dengan tuan putri sekalian.

Setelah sudah, kata tuan putri, "Hai, dayang-dayang, esok harilah kita pergi ke taman mandi, berbedak dan berlangir." Segala dayang-dayang perwara pun berbuat bedak dan langir.

Setelah pagi hari, tuan putri dan sekalian dayang-dayang itu pun pergilah turun ke taman. Setelah dilihat oleh penunggu tasik itu tuan putri datang, katanya, "Hai cucuku, itulah tuan putri. Mandu Ratna datang, pergilah tuan hamba bersembunyi pada tempat yang sunyi."

Tuan putri pun datang dengan segala dayang-dayang inang pengasuhnya. Setelah sampai ke taman itu tuan putri berseru-seru, "Adakah nenekku di rumah?"

Sahut peri itu, "Ada, cucuku."

Kata tuan putri pula, "Tikar dan bantal, seperti ada orang tidur."

Kata segala dayang-dayang itu, "Benarlah kata tuan putri baharu pula di rumah nenekku ini ada tempat ketiduran laki-laki rupanya."

Kata peri itu, "Adapun tempat tidur itu tempat hamba tidur malam hari." Ia pun tertawa serta bergurau dan bersenda.

Tuan putri pun keluarlah dari dalam rumah itu, pergi mandi, serta diiringkan oleh segala dayang-dayang dan inang pengasuh sekalian, Setelah sudah tuan putri mandi, raja Indera Bumaya pun turun berjalan di tepi kolam itu, seorang pun tiada melihat dia; raja Indera Bumaya berlindung kepada pohon kemuning. Baginda pun menjadikan dirinya seekor burung bayan terlalu indah-indah rupanya. Matanya itu daripada intan dan puspa ragam bulunya dan kakinya daripada emas; Bayan itu pun hinggap pada pohon kemuning itu seraya berbunyilah terlalu merdu suaranya.

Setelah terdengar oleh tuan putri bunyi bayan itu, tuan putri pun memandang ke atas pohon kemuning itu. Oleh tuan putri tampaklah seekor burung bayan terlalu indah rupanya. Kata tuan putri kepada dayang-dayangnya, "Tangkapkanlah aku bayan itu!"

Dayang-dayang pun segeralah naik hendak menangkap bayan itu, dan bayan itu pun terbanglah ke atas pohon kemuning itu.

Sembah dayang-dayang kepada tuan putri, "Tiada dapatlah patik tangkap bayan itu!"

Serta didengar oleh tuan putri sembah dayang-dayang itu, titah tuan putri kepada seorang dayang-dayang, "Pergilah din tangkapkan aku bayan itu!"
    
Dayang-dayang itu pun segeralah berbangkit naik daripada kolam itu dengan kain basah-basah, maka dijujut oleh dayang itu.  Bayan itu pun  terbanglah pula kepada suatu dahan seraya tertawa.

Sembah dayang itu, "Ya Tuanku, tuan putri, bayan itu tiada tertangkap oleh patik, terlalu liar burung itu."
     
Kemudian disuruh seorang lagi tiada juga tertangkap bayan itu.

Tuan putri pun tersenyum seraya naik dengan kain basahan juga, dan bayan itu pun hinggap pada tangan tuan putri itu; tuan putri pun terlalu sukacitanya mendapat bayan itu, diberikannya kepada dayang-dayang. Tuan putri pun bersalin kain, lalu pulang ke rumah peri itu.

Setelah sampai ke rumah peri itu, berkata peri itu, "Di manakah tuanku beroleh bayan ini?"

Tuan putri tersenyum, seraya katanya, "Bayan ini dapat di pohon kemuning, tadi beta tangkap."

Bayan itu pun terbanglah keribaan tuan putri itu seraya berpantun, demikian bunyinya:
                       "Buah pauh buah rumbia,
                       santapan putri dini hari,
                       Sungguh jauh tanah manusia,
                       lekaslah kami mendapatkan diri."

Setelah tuan putri mendengar pantun itu, tuan putri pun tersenyum, seraya katanya, "Hai bayan, dari manakah engkau datang ini, maka sampai kemari?"

Sahut bayan itu, "Datang patik dari negeri Lela Gambara.

Kata tuan putri, "Di manakah negeri Lela Gambara itu?"

Sahut bayan itu, "Ya, Tuanku, tuan putri, negeri Lela Gambara itu sebelah daerah matahari hidup."

Kata tuan putri, "Besarkah negeri itu?"

Kata bayan itu, "Besar, Tuanku, negeri Lela Gambara itu, rajanya beranak seorang laki-laki bernama raja Indera Bumaya, baginda itulah tuan patik, serta baik budi bahasanya, lagi dengan bijaksana dan rupanya terlalu elok."

Kata dayang-dayang tuan putri yang bernama Sandi  seraya tertawa-tawa, katanya, "Hai bayan, sungguhkah elok tuanmu itu?"

Bayan itu pun melompat-lompat keribaan Dang Sandi itu, seraya berpantun, demikian bunyinya:
                       "Gambar lela di dalam puan,
                       dang Jirat duduk menjudi.
                       Jika beta khabarkan tuan,
                       Niscaya gairat di dalam hati."
     
Tuan putri pun tersenyum, seraya berkata, "Hai bayan, ceritakanlah, supaya kami dengar."

Bayan itu pun berceritalah akan hal-ihwalnya hendak pergi kepada Sri Maharaja Sakti itu, dan peri ia bertemu dengan Tuan putri Cendera Lela Nur Lela itu. Jadinya perang dengan raja Johan Syah Peri, tunangan tuan putri Cendera Lela Nur Lela, dan perinya didudukkan  oleh Maharesi Antakusa dan mendudukkan raja Johan Syah Peri dengan tuan putri, sekalian   diceritakan kepada tuan putri.
     
Setelah didengar oleh tuan putri cerita bayan itu, kata tuan putri, "Hai bayan, adakah datang tuanmu itu kemari?"

Sahut bayan itu, "Ya, Tuan putri, kira-kira patik, datang juga, raja Indera Bumaya itu ke mari."

Sudah berkata-kata itu, tuan putri itu pun kembali ke mahligainya membawa bayan itu. Disuruh oleh tuan putri perbuatkan sangkarnya daripada emas sepuluh matu  dan bertatahkan ratna mutu manikam berumbai-umbaikan mutiara. Setelah sudah sangkar itu, bayan itu pun dimasukkan ke dalam sangkar itu. Apabila hari malam, bayan itu pun dikeluarkan dari dalam sangkarnya, ia pun datang ke hadapan tuan putri.

Dang Siti Mengerna pun berdatang sembah kepada tuan putri , "Lihatlah bayan ini jinak kepada tuan putri."

Sahut bayan itu, "Hai Dang Sitti Mengerna, dimanakan tiada jinak, karena beta beroleh tuan yang baik parasnya."

Dayang-dayang pun sekalian ramai-ramai tertawa mendengar kata bayan itu.

Kata bayan, "Ya Tuan putri, tuan beta itu akan datang menghadap Tuan."

Kata tuan putri, "Bilamana tuanmu itu akan datang kemari?"

Sahut bayan itu, "Bulan ini dan ketika ini juga tuan patik akan datang kemari."

Setelah tuan putri mendengar kata bayan itu, terlalu sukacita  hatinya  hendak  melihat  raja Indera Bumaya itu. Setelah seketika itu, bayan itu pun menjadi nuri, datang ke atas ribaan tuan putri itu, seraya berpantun; demikian bunyinya:
           "Pergi ke padang membakar puan,
           ikat timba bertali-tali.
           Datang dagang menghadap tuan,
           minta perhamba sekali-kali."

Setelah tuan putri serta dayang-dayang, inang pengasuh mendengar dan melihat nuri itu berpantun, sekalian itu pun heranlah di dalam hatinya.

Kata tuan putri (maksudnya di dalam hati), "Bijaksana sekali raja Indera Bumaya ini."

Kata tuan putri, "Hai nuri, di manakah raja Indera Bumaya itu sekarang?"

Sahut nuri itu, "Ya, Tuanku tuan putri, adapun baginda itu hampirlah datang ke negeri ini."

Tuan putri pun berahilah hendak melihat akan raja Indera Bumaya itu. Tuan putri pun berkata, "Hai nuri, dapatkah engkau menunjukkan kepadaku, rupa raja Indera Bumaya itu?"

Sahut nuri itu, "Dapatlah juga patik tunjukkan."

Nuri itu pun menyelisik dada tuan putri itu dengan sayapnya, kelihatanlah rupa raja Indera Bumaya oleh tuan putri itu.

Seketika itu nuri itu pun menjadi bunga yang sudah dikarang, cemerlang terlalu indah-indah rupanya. Setelah tuan putri dan segala dayang-dayang melihat nuri itu menjadi bunga, tuan putri
heranlah, seraya mengambil bunga itu lalu diciumnya.

Setelah sudah, raja Indera Bumaya pun mengembalikan dirinya sebagai sediakala, duduk di kanan tuan putri Mandu Ratna. Setelah dilihat oleh tuan putri bunga itu menjadi seorang laki-laki terlalu elok parasnya dan sikapnya terlalu baik, di dalam pikir hati tuan putri, "Inilah rupanya yang dikatakan oleh nuri, rupanya yang menjadi bayan raja Indera Bumayalah."











2.4 KESUSASTRAAN ZAMAN ISLAM

2.4.1 Sinopsis Cerita Lahad

         Jibrail datang kepada Nabi Muhammad dan memberitahukan bahwa raja Lahad telah mengerahkan tentaranya untuk mengepung Mekah. Persiapan perang lalu diasakan di Mekah. Tidak lama kemudian, perang yang sengitpun terjadi. Mula-mula ramai musuh yang dibunuh, tetapi tiada seorangpun orang Muslim yang mati. Lama-kelamaan, orang islam mulai tidak dapat bertahan, karena musush terlalu ramainya. Hamzah memacu kudanya dan menyerbu masuk ke dalam tentara musush. Ramai askar musush yang dibunuh, tetapi Hamzah sendiri akhirnya jatuh jadi korban. Hatinya dirobek dan dimakan oleh askar-askar musush yang ingin menjadi berani seperti dia.
            Abu Bakar dan Muhammad menyembunyikan diri dalam suatu sumur. Sebatang gigi Muhammad patah, kena batu yang dilemparkan musuh kedalam sumur. Jibrail memberitahu keadaan nabi Muhammad yang menyedihkan ini kepada Allah. Allah mengirim jIbrail ke Madinah untuk membantu Muhammad.
Jibrail Mengunjungi Ali dan isterinya Fatimah dan berkata : Allah mengetahui segala-galanya. Ali mengeluh karena kaiknya belum sembuh. Jibrail menyembuhkannya waktu itu juga. Ali masuk kembali ke dalam medan pertempuran. Lahad ditangkapnya dan dibawa ke depan Nabi Muhammad. Lahad memeluk agama islam dan dimaafkan. Mayat Hmazah dicari dan dikebumikan dengan sempurna. Puteri Hamzah, Quraisy, ingin melihat ayahnya dan datang di medan perang. Muhammad memintanya memandang ke surga : lihat Hamzah berpakaian serba putih, dikelilingi oleh malaikat, dan sanga bahagia nampaknya. Segala pahlawan yang gugur juga kelihatan sangat bahagia. Semua orang bersukavita. Nabi Muhammad kembali ke Mekah.

2.4.2 Deskripsi Tokoh, Latar, Alur

Cerita Lahad ini merupakan cerita yang ada di zaman islam . Tokoh-tokoh yang terdapat dalam cerita ini yaitu Malaikat Jibril , Nabi Muhammad, Raja Lahad, Hamzah, Abu Bakar, Quraisy, dan Fatimah. Latar yang dipakai dalam cerita ini ialah kota suci Mekah dan Madinah. Alur yang dipakai merupakan Alur maju.















BAB III
PENUTUP





Sejarah kesusastraan Indonesia, seperti halnya sejarah sosial lainnya, masih belum memperlihatkan kondisi yang sebenarnya. sejarah sastra Indonesia rumpang di sejumlah bagian. Ini diakibatkan oleh studi sastra yang berpedoman pada kanonisasi dan kategorisasi sastra, pengukuhan periodeisasi yang telah ditulis sebelumnya, di samping juga karena keterbatasan sumber data dan kritikus yang ada.

Penulisan sejarah sastra memunculkan sejumlah nama dan karya yang dianggap mewakili periode tertentu dalam pembabakan yang diciptakan. Selain disangkutkan pada peristiwa sosial, pembabakan ini juga memperlihatkan pada kecenderungan capaian estetika tertentu, sesuai denhttp://alhakelantan.tripod.com/imagelib/sitebuilder/layout/spacer.gifgan semangat zamannya. Karena itu, kita mengenal periode Balai Pustaka, Pujangga Baru, Angkatan 45, Angkatan 66, dan sebagainya. Inilah risiko yang harus dijumpai hingga saat ini, bagaimana sejarah perjalanan sastra Indonesia tak dapat dilepaskan dari konteks sosialnya. Setidaknya, pandangan ini memperlihatkan hubungan yang erat antara sastra dan masyarakatnya.
Di luar kanonisasi dan kategorisasi yang dibentuk, sejumlah genre sastra kita hilang atau tidak banyak dibicarakan. Karya-karya yang ada di media massa, terutama yang terbit di berbagai koran daerah, luput dari kajian. Karya-karya yang dianggap picisan atau terbitan penerbit partikelir pribumi juga tak masuk dalam pembicaraan. Bahkan, beberapa karya awal sejumlah pengarang besar yang terbit di koran dan penerbit kecil tak masuk dalam daftar riwayat kepengarangan, yang sebenarnya penting untuk dibicarakan dalam proses kreatif kepengarangan. Bahkan sejumlah karya tidak dapat ditemukan lagi, baik akibat sensor dan pembredelan pada masa penjajahan dan setelah kemerdekaan, maupun karena telah hancur karena umurnya yang sudah tua.



















DAFTAR PUSTAKA