Minggu, 27 Maret 2011

DISORDER OF HUMANITY

we are in preparation for our first debut in indonesian . wait for our tracks and our merchandises . it will be release as soon as possible see ya at hellpit GRIND YOUR EARS DUDE ! http://www.reverbnation.com/disorderofhumanity



ANALISIS PENOKOHAN DALAM NOVEL TIGA ORANG PEREMPUAN KARYA MARIA A. SARDJONO

1.1              Latar Belakang Masalah
Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus informasi dan teknologi yang canggih yang menuntut masyarakat untuk lebih berperan aktif dalam pembangunan. Tidak hanya kaum laki-laki saja yang berperan aktif, perempuan dituntut untuk beperan aktif juga dalam mengisi pembangunan. Mereka harus lebih mempunyai suatu sikap yang mandiri, disamping kebebasan untuk mengembangkan dirinya sebagai manusia sesuai dengan bakat yang dimilikinya. Perempuan banyak yang memiliki peran ganda selain sebagai ibu rumah tangga, mereka juga berperan sebagai wanita yang bekerja atau lebih dikenal dengan sebutan wanita karier. Oleh karena itu wanita belum bisa berperan secara utuh di masyarakat. Di satu sisi perempuan ingin berperan secara penuh baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat, namun di sisi lain perempuan tidak boleh melupakan kodratnya sebagai seorang wanita.

Novel merupakan karya fiksi yang menyuguhkan peristiwa dengan berbagai permasalahan yang dialami oleh tokoh-tokohnya. Peristiwa tersebut merupakan perwujudan masalah yang ada di masyarakat baik pengalaman pribadi pengarang maupun orang lain. Demikian juga dengan novel Tiga Orang Perempuan karya Maria A. Sardjono yang menyuguhkan tokoh utama wanita di dalamnya yaitu tokoh Nenek, Ibu, dan Gading. Ketiga tokoh utama wanita dalam novel tersebut berasal dari tiga generasi yang berbeda. Mereka memiliki pandangan yang berbeda tentang emansipasi. Pandangan yang berbeda tersebut mempengaruhi sikap dan tindakan ketiga tokoh dalam memperjuangan hak-haknya sebagai seorang wanita yang ingin sejajar dengan kaum laki-  laki. Perjuangan tokoh utama dilakukan di bidang politik, hukum, ekonomi, pendidikan, dan di lingkungan keluarga.

Sebagai pengarang Maria A. Sardjono merupakan pengarang yang cukup poduktif membuat karya sastra yang bertemakan wanita. Maria A. Sardjono adalah pengarang wanita yang lahir di Semarang 22 April 1945 namun ia dibesarkan dan bersekolah di Jakarta. Ia menulis sejak remaja, namun baru pada tahun 1974 karya-karyanya dipublikasikan. Ia sudah menulis kurang lebih 80 novel, belasan novelet dan buku cerita anak-anak dan kurang lebih 120 cerpen. Novel-novel karya Maria A. Sardjono di antaranya adalah Langit di atas Merapi, Pengantin Kecilku, Sepatu Emas Untukmu, Daun- daun yang Gugur, Menjolok Rembulan, Bintang Dini Hari, Kemuning, Ketika Flamboyan Berbunga, Melati di Musim Kemarau, Gaun Sutra Warna Ungu, Lembayung di Kaki Langit, Lembayung di matamu dan masih banyak lainnya. Di antara novel-novel karya Maria A. Sardjono tersebut ada empat novel yang sudah difilmkan dan beberapa kali dibeli rumah produksi untuk dibuat sinetron. Salah satu sinetron tersebut adalah Tiga Orang Perempuan


PEMBAHASAN


Tiga perempuan berbeda generasi terbentur oleh budaya yang diwarnai sistem patriarkat. Akibatnya timbul gejolak dalam kehidupan masing-masing dan ketiganya mengalami kegamangan ketika harus mengungkapkan cinta terhadap laki-laki yang mereka kasihi.

Sang nenek, membentengi dirinya dari perasaan cinta pada suaminya yang berpoligami. Sang ibu, lain lagi. Karena melihat rumah tangga orangtuanya, dia bertekad akan tampak sebagai wanita super di hadapan sang suami.

Dan Arum sebagai generasi ketiga yang hidup di masa sekarang pun mengalami benturan nilai-nilai tersebut. Yoyok, kekasihnya, masih memiliki pemikiran yang sama seperti kakek moyangnya, yaitu tempat yang paling pas bagi perempuan adalah di dalam rumah. Padahal Arum ingin meniti kariernya. Ketika Arum sadar bahwa ada nilai lain yang menyangkut kasih yaitu pengorbanan Yoyok sudah pergi meninggalkannya ke negeri orang.

Dalam novel Tiga Orang Perempuan ini hal yang menarik yang dapat diambil adalah perbedaan pandangan mengenai hak dan kewajiban sebagai seorang wanita. Bagaimana kaum adat dan modern menganggap perempuan itu sendiri.

              Dalam masyarakat adat jawa seperti yang tercermin dalam pikiran sang nenek yang menganggap bahwa seorang perempuan harus menuruti kodratnya yaitu menuruti apa yang dikatakan seorang suami dan perempuan derajatnya selalu lebih rendah dari pada laki-laki. Ini terdapat dalam kutipan-kutipan berikut :

·       “Ah, Kau itu Nduk, mbok jangan banyak memilih. Memilih adalah hak kaum pria. Bukan hak kita,” sahutnya lama kemudian. “Dan kita adalah orang-orang yang berada di tempat pilihannya. (Tiga Orang Perempuan:6)

·       “Selir bukan merupakan istri yang sesungguhnya, Nduk. Seorang lelaki yang sehat memang memerlukan tempat dimana ia bisa dimanja dan dilayani. Itu lebih baik daripada jika ia pergi kepada perempuan nakal. Banyak kejadian seperti itu, Arum. Sebelum seorang lelaki menemukan calon isteri yang sederajat, mereka menyimpan seorang atau dua orang selir. Setelah itu kalau istri utama menghendakinya, selir-selir itu bisa dipulangkan kepada orang tuanya kembali. Itu biasa, Nduk.(Tiga Orang Perempuan:40)

Lain halnya dengan pemikiran arum yang modern pendapat neneknya tersebut adalah pendapat yang sangat kolot di era globalisasi dan pembangunan ini. Drajat perempuan di era modern ini tidak hanya sekedar mengurus rumah tangga dan menjga dapur. Tetapi juga dapat meniti karir sekeinginannya tanpa ada lagi hak pembeda antara lelaki dan perempuan.

              Kini lelaki dan perempuan derajatnya sama tidak ada lagi kata kalau perempuan lebih lemah dari lelaki. Ini jelas saja berkat perjuangan R.A Kartini yang mengengkat emansipasi ke permukaan Indonesia.

Novel Tiga Orang Perempuan karya Maria A. Sardjono menampilkan tiga tokoh utama wanita dari tiga generasi yang berbeda yang terbentur oleh budaya. Faktor tersebut mempengaruhi pandangan mereka tentang emansipasi.

Ketiga tokoh ini dianggap cukup membawa misi pengarang dalam kaitannya dengan emansipasi wanita. Pembahasan tiga tokoh utama wanita ini akan difokuskan pada bagaimana cara pandang ketiga tokoh yang berbeda generasi tersebut tentang emansipasi yaitu tokoh Nenek, Ibu, dan Gading dalam novel Tiga Orang Perempuan karya Maria A. Sardjono ini.

Analisis penokohan dalam novel Tiga Orang Perempuan hanya ditekankan pada tokoh dan penokohannya yaitu tokoh utama. Adapun tokoh utama novel ini adalah Nenek, Ibu, dan Gading. Ketiga tokoh tersebut merupakan tokoh utama karena memiliki ciri-ciri tertentu sebagai tokoh utama yaitu paling banyak diceritakan pengarang, tokoh diceritakan mulai dari awal permasalahan ketika Nenek ingin menjodohkan Gading kemudian ketika konflik antara Ibu dan Bapak sampai akhirnya ketiga tokoh ini mampu menyelesaikan konflik yang mereka alami.

Ciri kedua, tokoh selalu berhubungan dengan tokoh lain, dalam setiap konflik tokoh Nenek berhubungan dengan Gading dan Ibu yaitu ketika Nenek ingin menjodohkan Gading dengan Hari, Ibu kurang menyetujuinya.

Ciri ketiga, tokoh selalu menjadi sorotan, berperan penting, dan menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Tokoh Nenek, Ibu, dan Gading dalam setiap terjadinya konflik selalu dimunculkan oleh pengarang. Konflik-konflik tersebut diantaranya Nenek yang ingin menjodohkan Gading, perkawinan Ibu dan Bapak yang retak, dan pertemuan Gading dengan mantan kekasihnya yang belum juga mendapat restu dari Nenek.

Ketiga tokoh ini sangat menentukan perkembangan plot dari awal munculnya permasalahan, konflik yang memuncak, sampai pada akhirnya konflik tersebut dapat diselesaikan dengan baik. Ketiga tokoh juga berperan penting dalam setiap peristiwa, karena ketiga tokoh tersebutlah yang menjadi titik fokus pembicaraan dalam novel ini. Ketiga tokoh tersebut selalu hadir sebagai pelaku atau yang dikenai kejadian atau konflik,
yaitu ketika konflik yang terjadi antara Nenek dengan Gading saat beliau menjodohkannya, konflik antara Ibu dengan Nenek mengenai masalah rumah tangga, konflik Gading dengan Hari dan mantan kekasihnya.

Sosok nenek dalam keluarganya dikenal sebagai seorang wanita yang sangat keras pendiriannya, bahkan nyaris keras kepala. Beliau sulit sekali untuk menerima perubahan- perubahan yang banyak sekali terjadi di zaman ini. Seperti saat Gading memberikan argumentasi saat sang nenek membujuknya untuk menikah dengan laki-laki yang dijodohkan nenek untuknya. Dijelaskan dalam kutipan berikut ini.

“Eyang tadi bilang, kamu itu mbok jangan terlalu banyak memilih dan menimbang. memilih, menimbang, dan menimbang, dan memutuskan itu haknya kaum laki-laki. Bukan hak kita. Sebab, kita kaum perempuan ini adalah orang- orang yang berada di tempat yang akan dipilih.”
“Eyang masalahnya bukan terletak pada hak untuk memilih dan dipilih, melainkan pada keyakinan mengenai satu hal yang penting. Yaitu, Mas Hari bukanlah laki-laki yang sesuai untuk Gading.”

Tokoh Nenek digambarkan sebagai sosok wanita Jawa yang sudah berumur lebih dari delapan puluh empat tahun yang memegang teguh adat Jawa. Tokoh Ibu digambarkan berumur lebih dari lima puluh tahun, sosok wanita modern yang cenderung tidak lagi memegang teguh adat Jawa. Tokoh Ibu berani untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai seorang wanita. Tokoh Gading adalah generasi ketiga yang hidup di masa modern, berpandangan sangat luas dan selalu menjunjung emansipasi wanita. Emansipasi wanita di bidang politik pun terlihat dalam novel ini, dimana tokoh Ibu dan Gading memperjuangkan haknya untuk memilih, menimbang, dan memutuskan. Di bidang  hukum tokoh Ibu dan Gading memperjuangkan agar mendapatkan hak untuk memperoleh
keadilan.

Di bidang ekonomi, tokoh Ibu memperjuangkan hak mendapatkan kehidupan yang layak dengan menjadi dosen, sedangkan tokoh Gading menjadi seorang wartawan. Di bidang pendidikan tokoh Ibu dan Gading memperjuangkan haknya dengan mendapatkan pendidikan yang tinggi. Di lingkungan keluarga tokoh Ibu memperjuangkan haknya agar tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh suami sehingga cenderung otoriter.

Pandangan ketiga tokoh utama wanita tentang emansipasi dalam novel Tiga Orang Perempuan ada yang mendukung dan ada yang kurang mendukung. Tokoh Ibu karena latar belakang pengalaman masa lalunya sewaktu dia kecil yang mendorong Ibu untuk mendukung sepenuhnya emansipasi wanita. Beliau tidak ingin mengalami apa yang dialami oleh ibunya yaitu Tokoh Nenek yang mendapat perlakuan tidak adil dari suaminya. Tokoh Gading mendukung emansipasi wanita dilatarbelakangi oleh lingkungan keluarga yang demokratis dan berwawasan modern serta pendidikan yang tinggi. Tokoh Nenek cenderung kurang mendukung karena latar belakang keluarganya yang mendidik sesuai nilai-nilai sosial yang berpedoman pada budaya dan adat Jawa.

Yang menarik dari novel Tiga Orang Perempuan ini adalah bagaimana pandangan tiga orang tokoh yang berbeda generasi yaitu Nenek, Ibu, dan Gading yang terbentur oleh budaya, bisa menyatukan perbedaan tersebut dalam menghadapi berbagai permasalahan.








Sabtu, 19 Maret 2011

REALITAS SEJARAH DALAM NOVEL GEMA SEBUAH HATI KARYA MARGA T

1.1              Latar Belakang Masalah
·                     Tentang Marga T
Marga Tjoa (lahir di Jakarta, 27 Januari 1943; umur 67 tahun), yang lebih dikenal dengan nama Marga T., adalah salah seorang pengarang Indonesia yang paling produktif. Namanya mulai dikenal pada tahun 1971 lewat cerita bersambungnya, Karmila yang kemudian dibukukan dan difilmkan.
Sejak kecil Marga telah banyak menulis. Karangan-karangannya mula-mula dimuat di majalah sekolahnya. Pada usia 21 tahun, ia menghasilkan cerita pendeknya yang pertama, Kamar 27, yang kemudian disusul oleh bukunya yang pertama, Rumahku adalah Istanaku, sebuah cerita anak-anak, yang diterbitkan pada 1969.
Sebagai penulis, Marga adalah seorang pekerja keras. Ia dapat menghabiskan waktu empat hingga lima jam sehari dalam mengarang. Kedisiplinannya juga tampak dari kegiatannya membaca apa saja. "Masyarakat berhak memilih bacaan yang disukainya, tapi penulis tidak. Ia harus membaca tulisan siapa pun," begitu prinsip Marga. Karena itu ia rela mengeluarkan banyak uang untuk membeli novel.
Novelnya yang paling mutakhir, "Sekuntum Nozomi", buku ketiga, yang terbit pada 2004, mengangkat kisah seputar tragedi Mei 1998 yang menelan banyak korban khususnya di kalangan kaum perempuan keturunan Tionghoa. Marga adalah seorang dokter lulusan Universitas Trisakti, Jakarta. Karena itulah dalam banyak novelnya Marga memperlihatkan pengenalannya yang cukup dalam terhadap dunia medis.
·                     Tentang Novel Popular
Dalam karya sastra Indonesia, novel berdasarkan karakternya dibedakan menjadi dua, yaitu novel serius dan novel popular. novel serius dinilai memiliki unsur sastra yang kompleks dan lebih berkarakter. Sedangkan novel yang dikatakan popular adalah, novel yang diminati banyak orang saat pada zamannya dan dianggap sebagai kebudayaan bersama.

Seperti juga novel serius, novel populer pun ada yang disajikan secara baik, ada pula yang tidak. Ada novel populer yang bagus, ada pula yang buruk. Meskipun demikian, menurut para pakar kebudayaan populer (popular culture), novel populer dan semua karya kebudayaan populer, berangkat dari niat komersial. Tujuan utamanya adalah menghasilkan sesuatu yang bersifat materi. Mengingat tujuan utamanya komersial, maka kar-ya-karya populer ditujukan untuk berbagai lapisan masyarakat. Guna mencapai sasaran itu, unsur hiburan menduduki tempat yang sangat penting.

Ciri umum yang paling mudah kita tangkap dalam novel populer adalah bentuk covernya yang sering menonjolkan warna cerah, ilustrasi agak ramai, gambar wanita de-ngan tetesan air mata atau gambar pemuda yang sedang memeluk kekasihnya. Indikator luar ini tentu saja belum dapat sepenuhnya untuk menentukan sebuah novel populer atau tidak. Oleh karena itu, perlu kita mencermati pula indikator dalamnya yang menyangkut unsur-unsur intrinsik novel yang bersangkutan.

a p 9 J bukan kemewahan. Kemajuan adalah kesejahteraan yang lebih merata. Apa yang tidak berguna utnuk golongan terbnyak adalah pemborosan. Prioritas tidak perlu diberikan. ( 1975: 24 )
Kutipan di atas jelas-jelas mengisyaratkan bahwa pemerintah pada saat itu boros dan mengesankan kemewahan iu lebih penting dari pada kesejahteraan masyarakatnya. Di samping itu pinjaman modal asing secara besar- besaran bisa menjadikan negara kita berhutang banyak kepada negara asing, dan kini kita telah merasakan getah hutang yang besar.
Pada zaman itu pula hak bersuara ( berpendapat ) itu tidak diperbolehkan padahal mereka sudah menganut faham demokrasi sama seperti yang terjadi pada saat Presiden Soeharto sedang berkuasa . Seperti pada kutipan di bawah ini :
Kol Srenggi : Sebagai menteri kemanan saya akan segera mengumumkan pernyatan bahwa mengkritik pembangunan adalah sabotase, oleh karena itu subversip. ( 1975 : 25 )
Kol Srenggi : Untuk bersuara harus diingat salurannya ! bukankah ini aturan namanya. ( 1975 : 25)
Kol Srenggi : Negeri ini punya  dewan Perwakilan Rakyat. Inilah saksi hidup untuk demokrasi yang kita tegakkan ! (1975: 26 )

            Ada juga sindiran tentang Repelita yang dalam drama ini disinggung rencana pembangunan empat tahun yang disana diceritakan bahwa pada saat pembangunan terjadi tidak boleh ada satu orang pun yang menggaggunya. Seperti pada kutipan di bawah ini :
Kol Srenggi : Untuk mengamankan jalannya pembangunan kita harus membuat undang-undang yang menyatakan bahwa menjelng parlemen mengesahkan rencana pembangunan empat tahun . Tidak boleh ada suara –suara negatip yang berusaha mempengaruhi jalannya persidangan. ( 1975: 32)
Ada yang menggelitik dari drama ini ialah ketika Negeri Astinam ini mempunyai perdana menteri dan parlemen. Sama halnya seperti negara indonesia pada saat itu yang katanya Negara Republik akan tetapi di dalamnya terdapat perdana menteri dan parlemen yang seharusnya hanya ada di Negara Kerajaan seperti Inggris.  Seperti Kutipan di bawah ini :
Dalang : Negeri Astinam ini diperintah oleh seorang ratu. Ia memerintah didampingi oleh perdana menteri dan kabinetnya. Di samping itu, kerajaan ini juga punya parlemen dan undang-undang dasar. Maunya, kerajaan ini bersifat demokratis.Pengkajian Novel

Dalam kekalutan menjelang perebutan kekuasaan, Monik dengan teman-temannya di Fakultas Kedokteran Res Publica ikut pula merasakan tekanan serta ketegangan di Kampus, yang sudah dikuasai sepenuhnya oleh golongan mahasiswa yang condong ke kiri.

Dalam gejolak masa tersebut, Monik masih harus menghadapi gejolak dirinya sendiri. Dia harus menetapkan siapa yang akan dipilihnya. Martin atau Steve.Steve yang pandai bergaul ternyata lebih menyita hatinya dan dia berusaha tetap setia di tengah banyak godaan. Namun, suatu saat dia melihat kecurangan Steve. Hatinya amat kecewa.

Monik menyadari kini siapa sebenarnya yang selama itu dicintainya. Namun sudah terlambat! Martin sudah pergi. Dan Monik ditinggalkan untuk menyesali kebodohan serta kebutaannya.Monik kehilangan jiwa buat selamanya. Hatinya seakan bergema sepanjang masa.

Marga T dianggap sebagai salah seorang penulis terbaik untuk jenis cerita hiburan sehat. Bahasanya sederhana dan lincah. Novel popular memang identik dengan percintaan. Namun, adegan-adegan asmara yang diungkapkannya tak tergelincir menjadi cengeng dan murahan. Bahkan sampai kepada pelukisan hubungan biologis pria-wanita, ia berhasil menyuguhkan cara yang tak membuat pembaca jijik atau bergidik. Berbeda dengan novel lain yang terkadang menyuguhkan kisah cinta yang bisa dibilang terlalu vulgar.

Novelnya sebagian besar (bahkan mungkin semua) berkisah tentang wanita, perjuangan wanita dan sebagian besar berhubungan dengan dunia dokter, hal ini sedikit banyak disebabkan oleh profesinya sebagai dokter. Satu hal yang menarik adalah cerita yang dibuat berhubungan dengan dunia wanita tetapi menarik, tidak cengeng dan beberapa malah cukup menjadi inspirasi. Sehingga tokoh wanita tidak selalu digambarkan dengan tokoh yang lemah. Tokoh wanita lebih terlihat kuat sehingga bisa menginspirasi pembacanya.
           
Bahasanya dapat dimengerti, konflik yang dibahas pun menarik dan bukan novel roman yang cengeng atau fokus terhadap hubungan biologis wanita-pria. Hal lain yang menarik dari novel Marga T adalah karena latar belakang waktunya serta peristiwa-peristiwa sejarah yang dia selipkan. Hal tersebut sangat mendukung pengertian bahwa karsa sastra adalah gambaran pada zamannya.

Novel ini lebih banyak mengandung sejarah. Pemeran utamanya adalah Monik, seorang perempuan Tionghoa yang berkuliah di Fak. Kedokteran Res Publica (dahulu bernama BAPERKI) yang sekarang bernama Universitas Trisakti. Sedikit banyak, dapat diketahui sejarah tentang Universitas Trisakti dan peristiwa lainnya yang berhubungan dengannya. Sepertinya, cerita mengenai Trisakti ini bukan sesuatu yang fiktif karena dijelaskan sangat mendetail dan jelas.

Dalam novel diungkapkan bahwa pada zaman itu, ketika inaugurasi, setelah perpeloncoan, dansa-dansa dilarang. Dansa mereka akan jadi dansa yang terakhir. Dalam pergaulan sesama mahasiswa pun, kelas mereka terbagi menjadi dua, yaitu kelompok proletariat dan kelompok borjuis. Mereka pun terbagi dalam dua klik, yaitu klik merah dan tidak merah.

Novel ini pun menggambarkan latar kota Jakarta pada masa itu. Seperti yang tampak dalam kutipan,
“ Di sepanjang jalan Thamrin bermunculan poster-poster raksasa anti-imperialis segala imperialis. Rakyat sedunia bangkit bersatu. Kekuatan baru akan muncul. Dunia baru, makmur, murah sandang pangan. Hari depan gemilang. Asian Games dinyatakan tidak lagi mencerminkan isi rakyat Asia. Maka harus dibentuk game baru, dari the new emerging forces. Semua tampak cemerlang.
Di perbatasan kota dinyatakan: Kota ini bebas buta huruf. Tapi di kampung-kampung becek, masih ada saja nenek-nenek atau kakek-kakek yang lebih suka tidur daripada pergi kursus PBH malam ke tempat lurah atau hansip. Tidak apalah, toh umur di atas enam puluh umumnya sudah tidak lagi masuk hitungan dalam Negara di mana rakyat yang tidak berproduksi, tidak makan. Dari rakyat untuk rakyat, komisinya buat tambah koleksi isteri pemimpin. “

Dari kutipan di atas juga dapat dilihat bahwa novel ini menuju ke arah satire, menggunakan kata-kata yang secara tidak langsung menyindir suasana atau situasi apa yang sedang terjadi pada saat itu.  Bisaanya digunakan untuk menyindir pemerintahan pada saat itu.

Novel ini sangat diwarnai oleh pengalaman pribadi pengarangnya. Mungkin karena itu pula ikatan emosinya sangat kental. Sejarah pergantian rejim bangsa ini yang berlumur darah dilihat dari kacamata seorang korban: keturunan Cina yang tidak diterima di golongan apapun. Partisan berarti selamat, dan netralitas menjadi musuh diri sendiri. Golongan yang menang menjadi pahlawan, tapi pahlawan kemudian menjelma jadi perampok. Gema Sebuah Hati bukan sekedar buku pop, tapi kilasan balik suatu masa kelabu, yang bisa aplikatif pada tahun berapapun.


















Kedudukan Wanita Karier Di mata Pria pada Lakon Lukisan Masa

Drama berjudul lukisan masa yang dibuat oleh Armijn Pane ini pertama kali diterbitkan dalam majalah Pujangga baru pada tahun 1943. Drama ini menceritakan tentang sosok seorang pengangguran yang bernama Suparman. Dia seorang lulusan mahasiswa di Rotterdam akan tetapi tetap saja dia menjadi seorang penganggur. Dalam hal ini saya akan membahas tentang kedudukan seorang wanita karier di mata pria dalam lakon lukisan masa. Di zaman modern seperti ini memang banyak wanita yang menginginkan dirinya untuk menjadi wanita yang lebih mandiri mencari uang. Para wanita berlomba-lomba menjadi wanita karier yang berkualitas tanpa menghiraukan kodratnya sebagai istri yaitu mengurus anak dan memasak. Dalam drama ini juga saya melihat zaman sekarang itu jarang sekali ada gadis atau remaja yang pintar memasak alhasil ketika sudah diperistri, mereka tidak bisa memasakkan makanan untuk suaminya. Seperti pada kutipan di bawah ini :

Mr abu thalib : Ya, tentu perempuan masa sekarang, mana yang berani ke dapur.( 1943: 83)

Harsini : Ya, laki-laki hendak perempuannya jadi sahabat, pandai, turut memperhatikan pekerjaannya, tapi dapur jangan lupa, kemudian anak lagi. ( 1943: 83)

Martono : Meskipun begitu, pada pikiranku, perempuan itu harus di dapur. ( 1943: 83)


Dalam drama ini juga saya akan membahas tentang kedudukan seorang pengangguran di mata wanita. Pria pengangguran dalam drama ini sangat tidak di hargai oleh para wanita. Sebab di zaman modern ini. Hidup tidak hanya berlandaskan dengan cinta saja . Akan tetapi tanggung jawab seorang suami juga dibutuhkan untuk menafkahi istri serta anak-anaknya. Maka dari itu dalam drama ini diceritakan bahwa banyak lelaki yang tidak ingin menikah, disebakan oleh ganjalan status sosial yang masih pengangguran. Seperti pada kutipan di bawah ini :

Martono : ( terus juga ) Tapi ada soal lain. Kalau sekiranya ada laki-laki tiada pekerjaannya, sedang tunangannya ada, bagaimanakah, bolehkan mereka kawin ? ( 1943: 85)

Kartono : Orang laki-laki sejati akan malu berbuat begitu .( 1943: 85)

Dalam hal ini juga saya akan membahas tentang pergeseran adat, yang menjadi menarik perhatian ialah ketika sekarang mulai menjamur wanita karier. Kaum pria mulai tersisihkan dan itu juga bisa menyebabkan lapangan kerja bagi pria berkurang.Seperti pada kutipan di bawah ini :

Martono : Kolot? Modern! Coba pikir, apa perlunya perempuan bekerja sendiri, pekerjaan sudah sedikit, lalu perempuan menjadi concurrent pula. Coba lihat di kator kami, beberapa anak gadis bekerja. Andainya mereka tinggal di rumah, bukan tempatnya boleh diisi oleh laki-laki? Jadi berkurang jumlah penganggur. . ( 1943: 83)


Kartono : ( dengan gembira) Sesungguhnya ! Banyak orang laki-laki yang menganggur, tapi perempuan turut juga memperdikit pekerjaan. Kalau anak muda ada pekerjaannya, sedikit pula gajinya, susah berbagi dengan seorang perempuan, susah mengadakan rumah tangga. Tapi kalau laki-laki hendak tidak hendak mengadakan rumah tangga, ke mana pula perempuan. Harus bekerja sendiri, meskipun dalam menanti-nanti seorang laki-laki datang meminangnya. Lalu perempuan itu menjadi saingan laki-laki sedang laki-laki itu mencari kedudukan, sampai mungkin mengambil perempuan itu, jadi mengambil saingannya itu. Tapi perempuan itu sendiri mengahalangi maksud laki- laki itu. Soal yang beredar ini! Disilah tragiek-nya. . ( 1943: 83-84)


Jelas pada kutipan di atas terlihat sekali pergesaran adat, akan tetapi menurut saya tidak apa-apa seorang wanita menjadi wanita karier akan tetapi jangan melupakan kodrat yang semestinya yaitu menjadi istri yang taat pada suami,pandai mengurus anak dan mengurus rumah dan tidak lupa harus pandai memasak. 

Kritik Sosial Untuk Para Penguasa dalam Lakon Kisah Perjuangan suku Naga

Latar Belakang


Mengenang seseorang yang telah wafat tentu tak sekadar berhenti menjadi cara untuk mengembalikan ingatan setiap orang terhadapnya. Melainkan juga semacam ikhtiar untuk memberi makna pada seseorang yang pernah hadir di tengah kita. Makna kehadirannya itu terdapat dalam seluruh jejak yang ditinggalkannya, yakni karya dan pemikirannya. Keduanya inilah yang akan terus membuat seseorang yang telah wafat terus hidup dan menemukan maknanya. Terlebih ketika karya dan pemikirannya itu masih menemukan relevansinya dengan konteks yang tengah terjadi di sekeliling kita sekarang. Hanya soalnya kini, bagaimanakah mereka yang hidup bisa memungut spirit dari jejak yang ditinggalkannya untuk lalu mengapungkannya ke permukaan, membacanya kembali, dan menghayatinya sehingga menjadi pembacaan bersama?
Mengenang Rendra (1935-2009) dengan membaca kembali karya dan pemikirannya sehingga sastrawan dan dramawan penting itu tidak melulu hanya menjadi sebuah nama dalam sejarah kebudayaan Indonesia. Inilah yang membuat sejumlah seniman di Bandung berkumpul dan menggagas event bertajuk "Bandung Mengenang Rendra". Lebih dari sekadar hendak menjadi penanda waktu dari 40 dan 100 hari wafatnya "Si Burung Merak" itu, event ini juga menyimpan semacam bayangan, betapa karya dan pemikiran seorang seniman sesungguhnya tak pernah mati. Ia selalu menemukan relevansinya dengan konteks dan fenomena kekinian. Termasuk ketika karya diciptakannya puluhan tahun yang lalu.
Pilihan pada lakon "Kisah Perjuangan Suku Naga" tak bisa dipisahkan dari keinginan memaknai jejak karya dan pemikiran Rendra yang masih tetap aktual hingga hari ini. Lakon yang ditulis tahun 1975 ini banyak memaktubkan kritik tajam Rendra ihwal tabiat politik pembangunan yang didukung oleh nafsu kapitalisme, dan hak-hak masyarakat adat yang teraniaya. Bengkel Teater Rendra pertama kali mementaskannya pada 1975 di Yogyakarta. Meski ditulis puluhan tahun lalu, lakon ini masih atau bahkan kian menemukan aktualitasnya di tengah realitas nasib hak-hak masyarakat adat di tengah gempuran neoliberalisme seperti hari ini.
Lakon Kisah Perjuangan Suku Naga digarap mengambil ruh teater rakyat ( teater tradisional) yaitu mengambil idiom-idiom dari wayang, longser, lenong, ludruk, ketropak dsb. Dengan konsep demikian tentunya pagelaran tidak lantas akan menjadi seperti teater tradisi pada umumnya. Pertunjukan tetap menjadi pertunjukan modern. Tokoh- tokoh yang terdapat dalam lakon ini yakni Dalang, Koor Mesin, Koor duta Besar, Abivasam ( Kepala Suku Naga), Abivara ( Putra Abivasam), Carlos ( Wartawan dari Tanah Seberang), Paman, supaka ( Bibi ), Ratu astinam, Perdana Menteri Astinam, Kolonel Srenggi, Menteri Keamanan Astinam, Ketua Parlemen ( Ketua Fraksi-Fraksi), Mr. Joe ( Duta Besardari tanah seberang), Menteri Pertambangan Astinam, Setyawati ( Pacar Abivara), Insinyur, The Big Bos.

Pembahasan

Drama Kisah Perjuangan Suku Naga ini dibuat pada tahun 1975 oleh Rendra. Drama ini menceritakan tentang sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Astinam. Letaknya di dalam khayalan, Di sebelah selatan Negeri Prasangka, Di sebelah barat Negeri Fantasi, dan berbatasan dengan laut ada-ada saja. Pendek kata letaknya strategis. Negeri Astinam ini diperintah seorang ratu yang didampingi Perdana Menteri  beserta kabinetnya. Di samping itu, kerajaan ini juga mempunyai parlemen dan undang-undang dasar sebagai kerajaan yang “ katanya” demokratis. Drama ini menceritakan tentang pergaulan. Seseorang tidak bisa hidup sendiri melainkan ia harus bergaul dengan orang lain, dan pergaulan antar manusia itu bisa bersifat adil maupun tidak adil. Seperti yang dikisahkan dalam drama ini, Adanya negera-negera raksasa seperti Eropa, Amerika, Jepang yang mempunyai teknologi lebih maju alias negara- negara industri yang memanfaatkan Negeri Astinam sebagai negeri pertanian yang kaya akan hasil bumi dan barang tambang.
Drama ini sangat menarik untuk dibaca terlebih jika kita secara langsung menonton pertunjukannya. Dalam drama ini saya akan membahas tentang Kritik Sosial Untuk Para Penguasa dalam Lakon Kisah Perjuangan Suku Naga. Drama ini dibuat pada zaman orde baru yang pada saat itu sedang gencar-gencarnya Repelita II ( Rencana Pembangunan Lima Tahun). Banyak kritik sosial yang ditampilkan dalam drama ini. Di awal cerita saja sudah terlihat bahwa itu sindiran halus untuk negara Indonesia. Seperti pada kutipan di bawah ini :

Dalang : Selamat malam para hadirin semuanya. Perkenankan aku memulai bercerita. Ceritaku ini tidak, sekali lagi tidak terjadi di Indonesia. Jadi jangan terlalu tegang menyensor jalan cerita. Lebih dulu aku minta maaf sebesar-besarnya. Akan sindiran-sindiran yang disengaja maupun seakan-akan tidak disengaja maupun yang seakan-akan tidak di sengaja. Soalnya sindiran itu tidak melanggar undang-undang dan menjadi bumbu yang sehat  untuk pergaulan. (1975: 3)

Lantas dalam hal ini pula terlihat sekali bahwa negara kita dimanfaatkan oleh negara Asing. Orang-orang di negeri kita hanya bisa menjadi kuli berbanding terbalik dengan mereka yang punya mesin-mesin canggih. Oleh sebab itu mereka menjadi bertambah kaya, dan orang- orang di negeri kita hanya bisa terus miskin. Seperti pada kutipan di bawah ini.
Dalang : Mampuslah aku !
Uang berputar
Uang beredar
Berpusing-pusing di udara
Menuju sorga
Nun, di sana
Namun, tak pernah turun kembali ke bumi
Dewa Uang makin kaya
Rakyat miskin tetap kuli
Sepanjang masa
Rakyat miskin dibina, dididik, dan dibentuk
Agar Cuma jadi pembeli. ( 1975: 5 )
Negara asing terus- menerus mengeruk hasil kekayaan bumi di negara Indonesia tanpa memikirkan sebab yang akan terjadi nantinya. Dalam drama ini pula dikisahkan adanya duta-duta besar atau ambassador yang ceritanya baik hati padahal tujuan mereka ialah meminjam-minjamkan uang agar negara kita berhutang. Seperti pada kutipan di bawah ini :
Koor : Yang mulia
Kami serahkan surat kepercayaan.
Kami sampaikan salam rakyat kami.
Kami semua di sana mencintai negeri ini.
Kebudayaan negeri ini halus dan tua.
Dan sekarang berkembang dengan pastinya.
Kemajuan ! itulah kunci abad ini
Negeri ini tak akan kalah dengan negeri lainnya.
Kami sanggup membantu usaha suci negeri ini
Bantuan pinjaman bisa dirundingkan.
Satu milyard ! Dua milyard ! Tiga milyard ( 1975: 9 )
Selain itu mereka memanfaatkan kesempatan untuk menjual produk negera mereka dengan modal pinjaman yang mereka pinjamkan yang konon katanya untuk kemajuan negeri ini.
            Dalam drama ini juga dikisahkan tentang kehidupan para suku naga yang mempunyai alam yang masih asri, adat istiadat yang luhur serta aset pertambangan yang luar biasa. Mereka sangat melindungi dan menjaga alam. Sehingga menciptakan lingkungan yang simbiosis mutualisme. Maka dari itu negara asing mulai bersimpati pada hasil tambang di desa suku naga dan mulai memprovokasi kerajaan astinam agar  bisa mengolah hasil tambang tersebut yang bisa menguntungkan devisa negaranya. Dan akhirnya negeri astinampun terhasut karena akan didanai oleh para investor-investor asing. Di sini konflik terjadi antara suku naga dan kerajaan astinam. Walaupun akhirnya suku naga yang berhasil mempertahankan wilayahnya. Seperti pada kutipan di bawah ini  :
                Dalang : Nah, mangkanya jangan serakah sama alam !
                                Menggunduli seenaknya
                                Hutan-hutan digunduli !
                                Sungai-sungai dikotori
                                Lautan di jual pula ( 1975: 14 )
Kutipan di atas merupan sindiran terhadap pemerintah yang kurang peka terhadap alamnya, buktinya sekarang hutan di Indonesia banyak yang gundul, sungai-sungai kotor, dan lautan banyak yang dijual ke negara asing. Akibatnya bencana alam dimana-mana.
Dalang : Apa gunanya ini semua untuk rakyat kecil ? jumlah orang melarat lebih banyak di negara   ini. Apa yang mereka butuhkan bukan rumah sakit termodern di Asia Tenggara, tetapi lebih banyak fasilitas untuk rumah sakit kecil di kabupaten- kabupaten. Satu rumah sakit mewah berarti 50 rumah sakit sederhana yang lebih merata. ( 1975: 24 )
Dalang : Kemajuan bukan kemewahan. Kemajuan adalah kesejahteraan yang lebih merata. Apa yang tidak berguna utnuk golongan terbnyak adalah pemborosan. Prioritas tidak perlu diberikan. ( 1975: 24 )
Kutipan di atas jelas-jelas mengisyaratkan bahwa pemerintah pada saat itu boros dan mengesankan kemewahan iu lebih penting dari pada kesejahteraan masyarakatnya. Di samping itu pinjaman modal asing secara besar- besaran bisa menjadikan negara kita berhutang banyak kepada negara asing, dan kini kita telah merasakan getah hutang yang besar.
Pada zaman itu pula hak bersuara ( berpendapat ) itu tidak diperbolehkan padahal mereka sudah menganut faham demokrasi sama seperti yang terjadi pada saat Presiden Soeharto sedang berkuasa . Seperti pada kutipan di bawah ini :
Kol Srenggi : Sebagai menteri kemanan saya akan segera mengumumkan pernyatan bahwa mengkritik pembangunan adalah sabotase, oleh karena itu subversip. ( 1975 : 25 )
Kol Srenggi : Untuk bersuara harus diingat salurannya ! bukankah ini aturan namanya. ( 1975 : 25)
Kol Srenggi : Negeri ini punya  dewan Perwakilan Rakyat. Inilah saksi hidup untuk demokrasi yang kita tegakkan ! (1975: 26 )

            Ada juga sindiran tentang Repelita yang dalam drama ini disinggung rencana pembangunan empat tahun yang disana diceritakan bahwa pada saat pembangunan terjadi tidak boleh ada satu orang pun yang menggaggunya. Seperti pada kutipan di bawah ini :
Kol Srenggi : Untuk mengamankan jalannya pembangunan kita harus membuat undang-undang yang menyatakan bahwa menjelng parlemen mengesahkan rencana pembangunan empat tahun . Tidak boleh ada suara –suara negatip yang berusaha mempengaruhi jalannya persidangan. ( 1975: 32)
Ada yang menggelitik dari drama ini ialah ketika Negeri Astinam ini mempunyai perdana menteri dan parlemen. Sama halnya seperti negara indonesia pada saat itu yang katanya Negara Republik akan tetapi di dalamnya terdapat perdana menteri dan parlemen yang seharusnya hanya ada di Negara Kerajaan seperti Inggris.  Seperti Kutipan di bawah ini :
Dalang : Negeri Astinam ini diperintah oleh seorang ratu. Ia memerintah didampingi oleh perdana menteri dan kabinetnya. Di samping itu, kerajaan ini juga punya parlemen dan undang-undang dasar. Maunya, kerajaan ini bersifat demokratis. 

Cinta Lama Bersemi Kembali dalam Lakon Pagi Bening

Drama komedi satu babak ini dibuat oleh Serafin dan Joaquin Alvarez Quintero. Lalu diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Sapardi Djoko Darmono pada tahun 1962. Drama ini menceritakan tentang kisah cinta sejati antara Laura dan Gonzalo yang bertemu kembali setelah usia mereka 70 tahun. Pertemuan mereka di awali dengan adu mulut di sebuah taman berlanjut pada obrolan-obrolan ringan dan akhirnya mereka mengetahui jati dirinya masing- masing. Ternyata Laura adalah Cinta yang pernah hilang dari Gonzalo begitu pula sebaliknya. Akan tetapi di usia mereka yang sudah senja, mereka malu untuk mengungkapkan jati diri yang sebenar-benarnya sebagai Laura dan Gonzalo. Seperti pada kutipan di bawah ini :
Gonzalo : ( melihat Laura yang membelakang ) Tidak! Tak akan kukatakan siapa aku ini    sebenarnya. Aku sudah tua dan lemah. ( halaman 12 )
Laura :  ( memandang Gonzalo yang membelakan ) Tidak, aku sudah berubah tua. Lebih baik ia    mengigatku   sebagai gadis bermata hitam yang melempar bunga dari jendela. ( halaman 13)

Menurut saya drama ini sangat menarik sebab di dalamnya terdapat beberapa puisi yang begitu indah  seperti pada saat Gonzalo membacakan puisi. Kutipannya :
“ Segala cinta itu menyakitkan hati
Tetapi bagaimana juga pun pedihnya
Cinta adalah sesuatu yang terbaik
Yang pernah kita miliki” ( halaman 7)

“ anak- anak dari para bunda
Yang pernah ku cinta
Menciumku sekarang
Seperti bayangan hampa”  ( halaman 8)

“ Dua puluh tahun berlalu
Dan ia pun kembalilah
Masing-masing saling memandang
Berkata:
Mungkinkah dia orangnya?
Ya Allah, diman orangnya itu ?” ( halaman 8)


Kutipan puisi-puisi di atas menurut saya menggambarkan hati mereka yang sedang merindukan cinta sejatinya. Menurut saya aroma percintaan mendominasi separuh drama ini . Seperti pada Petra pembantu Laura yang menjalin asmara Dengan Juanito. Ada hal lucu pada drama ini yaitu ketika mereka saling membohongi satu sama lain menyembunyikan jati dirinya akan tetapi apa yang mereka ucap terlalu hiperbola. Seperti pada kutipan di bawah ini :
Gonzalo :    Akan saya ceritakn segalanya kepada nyonya.
Anak muda- Don Gonzalo itu bersembunyi di rumah saya, takut menaggung akibatnya yang buruk sehabis menang duel itu. Dari rumah saya ia terus lari ke Madrid. Ia kirim surat- surat kepada Laura, di antaranya sajak-sajak. Tpi tentunya surat-surat itu jatuh ke tangan orang tuanya. Buktinya tak ada balasan. Kemudian Gonzalo pergi ke Afrika, sebab cintanya telah gagal sama sekali, masuk tentara dan terbunuh di sebuah selokan sambil menyebut berulang kali nama Lauranya yang sangat tercinta. ( halaman 11)

Gonzalo :    Saya tak bisa membunuh diriku lebih ngeri lagi. ( halaman 11)

Peristiwa mengahrukan terjadi ketika pada saat itu orang tua Laura menjodohkan Laura dengan saudagar kaya akan tetapi Laura tidak menginginkanya sebab dia sudah mempunyai pangeran hatinya sendiri. Akhirnya konflik pun mulai terjadi antara Gonzala dan Calon suami pilihan orang tua Laura. Hal mengangkan tetapi masih terselip sisi romantisismenya. Seperti pada kutipan di bawah ini :

Laura : Oh ya, saudara sepupu. Seorang temanku yang menyurati saya dan bercerita tentang mereka. Dia....saudara spupu tuan itu... tiap pagi lewat di depan jendelanya dengan naik kuda, dan melemparkan ke atas seberkas kembang yang segera di sambut gadisnya. ( halamn 10)

Gonzalo :Dan tak lama kemudian, dia...saudara sepupu saya itu...lewat lagi untuk    menerima kembang dari atas. Begitu? ( halaman 10)

Laura :    Benar, Dan keluarga gadis itu ingin agar ia kawin dengan saudagar yang tidak ia cintai. ( halaman 10)

Kutipan ketika konfilk itu muncul tatkala gonzalo sedang bersama Laura.

Gonzalo : Dan pada suatu malam, ketika saudara sepupuku tadi tengah menanti   gadisnya bernayanyi...di bawah jendela, lelaki itu muncul denagn tiba-tiba. ( halaman 10)

Laura :   Dan menghina saudara tuan ( halaman 10)

 Gonzalo : kemudian pertengkaran terjadi. ( halaman 10)


Kutipan di atas mengisyaratkan bahwa sang lelaki tak mau melepaskan begitu saja pujaan hatinya. Dengan pengorbanan yang begitu besar pada akhirnya Gonzalo mengalah dan lebih memilih mundur.