Minggu, 27 Maret 2011

ANALISIS PENOKOHAN DALAM NOVEL TIGA ORANG PEREMPUAN KARYA MARIA A. SARDJONO

1.1              Latar Belakang Masalah
Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus informasi dan teknologi yang canggih yang menuntut masyarakat untuk lebih berperan aktif dalam pembangunan. Tidak hanya kaum laki-laki saja yang berperan aktif, perempuan dituntut untuk beperan aktif juga dalam mengisi pembangunan. Mereka harus lebih mempunyai suatu sikap yang mandiri, disamping kebebasan untuk mengembangkan dirinya sebagai manusia sesuai dengan bakat yang dimilikinya. Perempuan banyak yang memiliki peran ganda selain sebagai ibu rumah tangga, mereka juga berperan sebagai wanita yang bekerja atau lebih dikenal dengan sebutan wanita karier. Oleh karena itu wanita belum bisa berperan secara utuh di masyarakat. Di satu sisi perempuan ingin berperan secara penuh baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat, namun di sisi lain perempuan tidak boleh melupakan kodratnya sebagai seorang wanita.

Novel merupakan karya fiksi yang menyuguhkan peristiwa dengan berbagai permasalahan yang dialami oleh tokoh-tokohnya. Peristiwa tersebut merupakan perwujudan masalah yang ada di masyarakat baik pengalaman pribadi pengarang maupun orang lain. Demikian juga dengan novel Tiga Orang Perempuan karya Maria A. Sardjono yang menyuguhkan tokoh utama wanita di dalamnya yaitu tokoh Nenek, Ibu, dan Gading. Ketiga tokoh utama wanita dalam novel tersebut berasal dari tiga generasi yang berbeda. Mereka memiliki pandangan yang berbeda tentang emansipasi. Pandangan yang berbeda tersebut mempengaruhi sikap dan tindakan ketiga tokoh dalam memperjuangan hak-haknya sebagai seorang wanita yang ingin sejajar dengan kaum laki-  laki. Perjuangan tokoh utama dilakukan di bidang politik, hukum, ekonomi, pendidikan, dan di lingkungan keluarga.

Sebagai pengarang Maria A. Sardjono merupakan pengarang yang cukup poduktif membuat karya sastra yang bertemakan wanita. Maria A. Sardjono adalah pengarang wanita yang lahir di Semarang 22 April 1945 namun ia dibesarkan dan bersekolah di Jakarta. Ia menulis sejak remaja, namun baru pada tahun 1974 karya-karyanya dipublikasikan. Ia sudah menulis kurang lebih 80 novel, belasan novelet dan buku cerita anak-anak dan kurang lebih 120 cerpen. Novel-novel karya Maria A. Sardjono di antaranya adalah Langit di atas Merapi, Pengantin Kecilku, Sepatu Emas Untukmu, Daun- daun yang Gugur, Menjolok Rembulan, Bintang Dini Hari, Kemuning, Ketika Flamboyan Berbunga, Melati di Musim Kemarau, Gaun Sutra Warna Ungu, Lembayung di Kaki Langit, Lembayung di matamu dan masih banyak lainnya. Di antara novel-novel karya Maria A. Sardjono tersebut ada empat novel yang sudah difilmkan dan beberapa kali dibeli rumah produksi untuk dibuat sinetron. Salah satu sinetron tersebut adalah Tiga Orang Perempuan


PEMBAHASAN


Tiga perempuan berbeda generasi terbentur oleh budaya yang diwarnai sistem patriarkat. Akibatnya timbul gejolak dalam kehidupan masing-masing dan ketiganya mengalami kegamangan ketika harus mengungkapkan cinta terhadap laki-laki yang mereka kasihi.

Sang nenek, membentengi dirinya dari perasaan cinta pada suaminya yang berpoligami. Sang ibu, lain lagi. Karena melihat rumah tangga orangtuanya, dia bertekad akan tampak sebagai wanita super di hadapan sang suami.

Dan Arum sebagai generasi ketiga yang hidup di masa sekarang pun mengalami benturan nilai-nilai tersebut. Yoyok, kekasihnya, masih memiliki pemikiran yang sama seperti kakek moyangnya, yaitu tempat yang paling pas bagi perempuan adalah di dalam rumah. Padahal Arum ingin meniti kariernya. Ketika Arum sadar bahwa ada nilai lain yang menyangkut kasih yaitu pengorbanan Yoyok sudah pergi meninggalkannya ke negeri orang.

Dalam novel Tiga Orang Perempuan ini hal yang menarik yang dapat diambil adalah perbedaan pandangan mengenai hak dan kewajiban sebagai seorang wanita. Bagaimana kaum adat dan modern menganggap perempuan itu sendiri.

              Dalam masyarakat adat jawa seperti yang tercermin dalam pikiran sang nenek yang menganggap bahwa seorang perempuan harus menuruti kodratnya yaitu menuruti apa yang dikatakan seorang suami dan perempuan derajatnya selalu lebih rendah dari pada laki-laki. Ini terdapat dalam kutipan-kutipan berikut :

·       “Ah, Kau itu Nduk, mbok jangan banyak memilih. Memilih adalah hak kaum pria. Bukan hak kita,” sahutnya lama kemudian. “Dan kita adalah orang-orang yang berada di tempat pilihannya. (Tiga Orang Perempuan:6)

·       “Selir bukan merupakan istri yang sesungguhnya, Nduk. Seorang lelaki yang sehat memang memerlukan tempat dimana ia bisa dimanja dan dilayani. Itu lebih baik daripada jika ia pergi kepada perempuan nakal. Banyak kejadian seperti itu, Arum. Sebelum seorang lelaki menemukan calon isteri yang sederajat, mereka menyimpan seorang atau dua orang selir. Setelah itu kalau istri utama menghendakinya, selir-selir itu bisa dipulangkan kepada orang tuanya kembali. Itu biasa, Nduk.(Tiga Orang Perempuan:40)

Lain halnya dengan pemikiran arum yang modern pendapat neneknya tersebut adalah pendapat yang sangat kolot di era globalisasi dan pembangunan ini. Drajat perempuan di era modern ini tidak hanya sekedar mengurus rumah tangga dan menjga dapur. Tetapi juga dapat meniti karir sekeinginannya tanpa ada lagi hak pembeda antara lelaki dan perempuan.

              Kini lelaki dan perempuan derajatnya sama tidak ada lagi kata kalau perempuan lebih lemah dari lelaki. Ini jelas saja berkat perjuangan R.A Kartini yang mengengkat emansipasi ke permukaan Indonesia.

Novel Tiga Orang Perempuan karya Maria A. Sardjono menampilkan tiga tokoh utama wanita dari tiga generasi yang berbeda yang terbentur oleh budaya. Faktor tersebut mempengaruhi pandangan mereka tentang emansipasi.

Ketiga tokoh ini dianggap cukup membawa misi pengarang dalam kaitannya dengan emansipasi wanita. Pembahasan tiga tokoh utama wanita ini akan difokuskan pada bagaimana cara pandang ketiga tokoh yang berbeda generasi tersebut tentang emansipasi yaitu tokoh Nenek, Ibu, dan Gading dalam novel Tiga Orang Perempuan karya Maria A. Sardjono ini.

Analisis penokohan dalam novel Tiga Orang Perempuan hanya ditekankan pada tokoh dan penokohannya yaitu tokoh utama. Adapun tokoh utama novel ini adalah Nenek, Ibu, dan Gading. Ketiga tokoh tersebut merupakan tokoh utama karena memiliki ciri-ciri tertentu sebagai tokoh utama yaitu paling banyak diceritakan pengarang, tokoh diceritakan mulai dari awal permasalahan ketika Nenek ingin menjodohkan Gading kemudian ketika konflik antara Ibu dan Bapak sampai akhirnya ketiga tokoh ini mampu menyelesaikan konflik yang mereka alami.

Ciri kedua, tokoh selalu berhubungan dengan tokoh lain, dalam setiap konflik tokoh Nenek berhubungan dengan Gading dan Ibu yaitu ketika Nenek ingin menjodohkan Gading dengan Hari, Ibu kurang menyetujuinya.

Ciri ketiga, tokoh selalu menjadi sorotan, berperan penting, dan menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Tokoh Nenek, Ibu, dan Gading dalam setiap terjadinya konflik selalu dimunculkan oleh pengarang. Konflik-konflik tersebut diantaranya Nenek yang ingin menjodohkan Gading, perkawinan Ibu dan Bapak yang retak, dan pertemuan Gading dengan mantan kekasihnya yang belum juga mendapat restu dari Nenek.

Ketiga tokoh ini sangat menentukan perkembangan plot dari awal munculnya permasalahan, konflik yang memuncak, sampai pada akhirnya konflik tersebut dapat diselesaikan dengan baik. Ketiga tokoh juga berperan penting dalam setiap peristiwa, karena ketiga tokoh tersebutlah yang menjadi titik fokus pembicaraan dalam novel ini. Ketiga tokoh tersebut selalu hadir sebagai pelaku atau yang dikenai kejadian atau konflik,
yaitu ketika konflik yang terjadi antara Nenek dengan Gading saat beliau menjodohkannya, konflik antara Ibu dengan Nenek mengenai masalah rumah tangga, konflik Gading dengan Hari dan mantan kekasihnya.

Sosok nenek dalam keluarganya dikenal sebagai seorang wanita yang sangat keras pendiriannya, bahkan nyaris keras kepala. Beliau sulit sekali untuk menerima perubahan- perubahan yang banyak sekali terjadi di zaman ini. Seperti saat Gading memberikan argumentasi saat sang nenek membujuknya untuk menikah dengan laki-laki yang dijodohkan nenek untuknya. Dijelaskan dalam kutipan berikut ini.

“Eyang tadi bilang, kamu itu mbok jangan terlalu banyak memilih dan menimbang. memilih, menimbang, dan menimbang, dan memutuskan itu haknya kaum laki-laki. Bukan hak kita. Sebab, kita kaum perempuan ini adalah orang- orang yang berada di tempat yang akan dipilih.”
“Eyang masalahnya bukan terletak pada hak untuk memilih dan dipilih, melainkan pada keyakinan mengenai satu hal yang penting. Yaitu, Mas Hari bukanlah laki-laki yang sesuai untuk Gading.”

Tokoh Nenek digambarkan sebagai sosok wanita Jawa yang sudah berumur lebih dari delapan puluh empat tahun yang memegang teguh adat Jawa. Tokoh Ibu digambarkan berumur lebih dari lima puluh tahun, sosok wanita modern yang cenderung tidak lagi memegang teguh adat Jawa. Tokoh Ibu berani untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai seorang wanita. Tokoh Gading adalah generasi ketiga yang hidup di masa modern, berpandangan sangat luas dan selalu menjunjung emansipasi wanita. Emansipasi wanita di bidang politik pun terlihat dalam novel ini, dimana tokoh Ibu dan Gading memperjuangkan haknya untuk memilih, menimbang, dan memutuskan. Di bidang  hukum tokoh Ibu dan Gading memperjuangkan agar mendapatkan hak untuk memperoleh
keadilan.

Di bidang ekonomi, tokoh Ibu memperjuangkan hak mendapatkan kehidupan yang layak dengan menjadi dosen, sedangkan tokoh Gading menjadi seorang wartawan. Di bidang pendidikan tokoh Ibu dan Gading memperjuangkan haknya dengan mendapatkan pendidikan yang tinggi. Di lingkungan keluarga tokoh Ibu memperjuangkan haknya agar tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh suami sehingga cenderung otoriter.

Pandangan ketiga tokoh utama wanita tentang emansipasi dalam novel Tiga Orang Perempuan ada yang mendukung dan ada yang kurang mendukung. Tokoh Ibu karena latar belakang pengalaman masa lalunya sewaktu dia kecil yang mendorong Ibu untuk mendukung sepenuhnya emansipasi wanita. Beliau tidak ingin mengalami apa yang dialami oleh ibunya yaitu Tokoh Nenek yang mendapat perlakuan tidak adil dari suaminya. Tokoh Gading mendukung emansipasi wanita dilatarbelakangi oleh lingkungan keluarga yang demokratis dan berwawasan modern serta pendidikan yang tinggi. Tokoh Nenek cenderung kurang mendukung karena latar belakang keluarganya yang mendidik sesuai nilai-nilai sosial yang berpedoman pada budaya dan adat Jawa.

Yang menarik dari novel Tiga Orang Perempuan ini adalah bagaimana pandangan tiga orang tokoh yang berbeda generasi yaitu Nenek, Ibu, dan Gading yang terbentur oleh budaya, bisa menyatukan perbedaan tersebut dalam menghadapi berbagai permasalahan.








1 komentar:

  1. Taipan Indonesia | Taipan Asia | Bandar Taipan | BandarQ Online
    SITUS JUDI KARTU ONLINE EKSKLUSIF UNTUK PARA BOS-BOS
    Kami tantang para bos semua yang suka bermain kartu
    dengan kemungkinan menang sangat besar.
    Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
    Cukup Dengan 1 user ID sudah bisa bermain 7 Games.
    • AduQ
    • BandarQ
    • Capsa
    • Domino99
    • Poker
    • Bandarpoker.
    • Sakong
    Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
    Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
    customer service kami yang profesional dan ramah.
    NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
    Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
    Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
    • FaceBook : @TaipanQQinfo
    • WA :+62 813 8217 0873
    • BB : D60E4A61
    Come & Join Us!!

    BalasHapus