Sabtu, 19 Maret 2011

Analisis Perbedaan Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A.Navis dan Cerpen Langit Makin Mendung Karya Kipanjikusmin



Ringkasan Cerita Cerpen Robohnya Surau Kami

Cerpen "Robohnya Surau Kami" bercerita tentang kisah tragis matinya seorang Kakek penjaga surau (masjid yang berukuran kecil) di kota kelahiran tokoh utama cerpen itu. Dia - si Kakek, meninggal dengan menggorok lehernya sendiri setelah mendapat cerita dari Ajo Sidi-si Pembual, tentang Haji Soleh yang masuk neraka walaupun pekerjaan sehari-harinya beribadah di Masjid, persis yang dilakukan oleh si Kakek. Haji Soleh dalam cerita Ajo Sidi adalah orang yang rajin beribadah, semua ibadah dari A sampai Z ia laksanakan semua, dengan tekun.Tapi, saat "hari keputusan", hari ditentukannya manusia masuk surga atau neraka, Haji Soleh malah dimasukkan ke neraka. Haji Soleh memprotes Tuhan, mungkin dia alpa pikirnya. Tapi, mana mungkin Tuhan alpa, maka dijelaskanlah alasan dia masuk neraka, "kamu tinggal di tanah Indonesia yang mahakaya raya,tapi, engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniyaya semua. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang." Merasa tersindir dan tertekan oleh cerita Ajo Sidi, Kakek memutuskan bunuh diri. Dan Ajo Sidi yang mengetahui kematian Kakek hanya berpesan kepada istrinya untuk membelikan kain kafan tujuh lapis untuk Kakek, lalu pergi kerja.

Ringkasan Cerita Cerpen Langit Makin Mendung Karya Kipanjikusmin

LMM bertutur tentang Nabi Muhammad yang turun kembali ke bumi. Muhammad diizinkan turun oleh Tuhan setelah memberi argumen bahwa hal itu merupakan keperluan mendesak untuk mencari sebab kenapa akhir-akhir ini umatnya lebih banyak yang dijebloskan ke neraka. Upacara pelepasan pun diadakan di sebuah lapangan terbang. Nabi Adam yang dianggap sebagai pinisepuh swargaloka didapuk memberi pidato pelepasan. Dengan menunggangi buroq dan didampingi Jibril, meluncurlah Muhammad. Di angkasa biru, mereka berpapasan dengan pesawat sputnik Rusia yang sedang berpatroli. Tabrakan pun tak terhindar. Sputnik hancur lebur tak keruan. Sedangkan, Muhammad dan Jibril terpelanting ke segumpal awan yang empuk. Tak disangka, awan empuk itu berada di langit-langit. Untuk menghindari kemungkinan tak terduga, Muhammad dan Jibril menyamar sebagai elang. Dalam penyamaran itulah, Muhammad berkeliling dan mengawasi tingkah polah manusia dengan bertengger di puncak Monas (yang dalam cerpen itu disebut “puncak menara emas bikinan pabrik Jepang”) dan juga di atas lokalisasi pelacuran di daerah Senen.

Analisis Perbedaan Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A Navis dan Cerpen Langit Makin Mendung Karya Kipanjikusmin

§  Gaya Bahasa
Majas yang digunakan dalam cerpen RSK di antaranya majas alegori karena di dalam cerita ini cara berceritanya menggunakan lambang, yakni tokoh Haji Saleh dan kehidupan di akhirat, atau lebih tepatnya menggunakan majas parabel (majas ini merupakan bagian dari majas alegori) karena majas ini berisi ajaran agama, moral atau suatu kebenaran umum dengan mengunakan ibarat. Majas ini sangat dominan dalam cerpen ini Selain majas alegori atau parabol, pengarang pun menggunakan majas Sinisme seperti yang diucapkan tokoh aku:

”…Dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak dijaga lagi”.

Sedangkan pada cerpen LMM pengarang menggunakan gaya bahasa personifikasi yang dominan. Pengarang mempersonifikasikan Allah, nabi Muhammad dan malaikat Jibril dalam cerpen ini.  Berikut pemaparan majas dalam cerpen LMM:

Membaca petisi para nabi, Tuhan terpaksa menggeleng-gelengkan kepala, tak habis pikir pada ketidakpuasan di benak manusia…. Dipanggillah penanda-tangan pertama: Muhammad dari Medinah, Arabia. Orang bumi biasa memanggilnya Muhammad saw…

(Tuhan dipersonifikasikan dengan gaya bertuturnya yang kenes: “menggeleng-gelengkan kepala …”)

Di bawah-bawah gerbong, beberapa sundal tua mengerang –lagi palang merah– kena raja singa. Kemaluannya penuh borok, lalat-lalat pesta mengisap nanah. Senja terkapar menurun, diganti malam bertebar bintang di sela-sela awan. Pemuda tanggung masuk kamar mandi berpagar sebatas dada, cuci lendir. Menyusul perempuan gemuk penuh panu di punggung, kencing dan cebok. Sekilas bau jengkol mengambang. Ketiak berkeringat amoniak, masih main akrobat di ranjang reot.

(Satire bagi kalangan wong cilik yang suka mengumbar nafsu birahi, tanpa memikirkan risiko penyakit kelamin).
Dalam kedua cerpen diatas terlihat jelas perbedaan gaya bahasa yang ditampilkan. Pada cerpen RSK pengarang menampilkan kritikan dengan gaya bahasa yang halus dan cara penyampaian yang haluys pula. Tetapi pada cerpen LMM pengarang menggunakan gaya bahasa ironi yang kasar. Sehingga cara penyampaian maksud pengarang berbeda. Jika pada RSK pengarang menyampaikan maksudnya tersembunyi dibalik kata-kata, pada LMM pengarang menyampaikan maksudnya secara jelas pada konteks cerpen.

§  Pandangan Pengarang Terhadap Cerpen
Melihat bagaimana penulis memandang diri sendiri pada kedua cerpen diatas sangatlah berbeda. Pada cerpen RSK pengarang cenderung membicarakan orang lain dengan bahasanya dan penuh dengan kerendahan diri. Penulis menyampaikan bagaimana alur diceritakan. Sehingga penyampaian pesan sangat mudah diterima walaupun maksud didalamnya mesti dikaji lebih dalam lagi. Namun pengarang menjelaskan inti masalah dengan sangat halus tanpa menyinggung siapapun.

Berbeda dengan penulis cerpen pertama, penulis cerpen LMM cenderung menggunakan bahasa yang keras. Sindiran yang yang persis menancap di ulu hati kepribadian manusia negeri ini. Berikut ini contohnya::

“Rakyat rata-rata memang pemaaf serta baik hati. Kebohongan dan kesalahan pemimpin selalu disambut dengan lapang dada. Hati mereka bagai mentari, betapapun langit makin mendung, sinarnya tetap ingin menyentuh bumi.”

Kritikan yang ditampilkan benar-benar “keren” dan cara penyajiannyapun cukup menarik terlepas dari apa yang dipolemikan.

§  Perbedaan Isi dan Maksud dalam Cerpen Robohnya Surau Kami dan Langit Makin Mendung
Maksud pokok yang terdapat dalam cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis adalah: “Pelihara, jaga, dan jangan bermasabodoh terhadap apa yang kau miliki.” Hal ini terdapat pada halaman 11-12.

… ‘Kalau ada, kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua. Sedang harta bendamu kau biarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu,saling memeras. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang aku menyuruh engkau semuanya beramal kalau engkau miskin.Engkau kira aku ini suka pujian, mabuk di sembah saja. Tidak. Kamu semua mestimasuk neraka. hai, Malaikat, halaulah mereka ini kembali ke neraka. Letakkan dikeraknya!’
Semua menjadi pucat pasi tak berani berkata apa-apa lagi. Tahulah merekasekarang apa jalan yang diridai Allah di dunia. …

Dalam kutipan paragraf di atas dijelaskan bahwa janganlah kita bermasabodo dengan kehidupan di luar kehidupan kita. Dijelaskan pula dalam paragraf diatas bahwa kita harus menyeimbangkan hubungannya dengan tuhan (hablumminallah) dengan menjalin hubungan  dengan sesama manusia hablumminannas.

Cerpen ini bisa berfungsi sebagai dakwah kepada umat Islam. Karena cerpen mengandung ajaran-ajaran Islam dan dalam pesannya mengajak kaum muslimin untuk lebih melihat kehidupan sekitar. Banyaknya umat muslim yang lebih mementingkan ibadah kepada tuhan bisa disindit dalam cerpen ini karena beribadah mencangkup kepada hal yang lebih luas tidak sekedar pada hubungan dengan tuhan saja.

… Kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang aku menyuruh engkau semuanya beramal kalau engkau miskin.Engkau kira aku ini suka pujian, mabuk di sembah saja. Tidak. Kamu semua mestimasuk neraka. hai, Malaikat, halaulah mereka ini kembali ke neraka. Letakkan dikeraknya!’ …

Cerpen ini didalamnya juga ada maksud kritikan terhadap bangsa Indonesia yang memiliki tanah yang kaya dan subur tetapi tidak bisa memanfaatkannya. Seperti pada kutipan berikut:

‘Kami ini adalah umat-Mu yang tinggal di Indonesia, Tuhanku.’
‘O, di negeri yang tanahnya subur itu?’
‘Ya, benarlah itu, Tuhanku,’
‘Tanahnya yang mahakaya raya, penuh oleh logam, minyak, dan berbagai bahan tambang lainnya, bukan?’
‘Benar. Benar. Benar. Tuhan kami. Itulah negeri kami’
Mereka mulai menjawab serentak. Karena fajar kegembiraan telah membayang di wajahnya kembali. Dan yakinlah mereka sekarang, bahwa Tuhan telah silap menjatuhkan hukuman kepadamereka itu.’
Di negeri mana tanahnya begitu subur, sehingga tanaman tumbuh tanpa di tanam?’
‘Benar. Benar. Benar. Itulah negeri kami.’
‘Di negeri, di mana penduduknya sendiri melarat?’
‘Ya. Ya. Ya. Itulah dia negeri kami.’
‘Negeri yang lama diperbudak negeri lain?’
Ya, Tuhanku. Sungguh laknat penjajah itu, Tuhanku.’
‘Dan hasil tanahmu, mereka yang mengeruknya, dan diangkut ke negerinya, bukan?’
Benar, Tuhanku. Hingga kami tak mendapat apa-apa lagi. Sungguh laknat merekaitu.’
Di negeri yang selalu kacau itu, hingga kamu dengan kamu selalu berkelahi, sedanghasil tanahmu orang lain juga yang mengambilnya, bukan?

Cerpen ini sebenarnya ditujukan kepada diri sendiri yang terkadang mementingkan diri sendiri dari pada orng lain. Terkadang manusia lebih merasa dirinya sangatkah menderita tapi jika dilihat banyak orang lain yang menderita disbandingkan diri sendiri.

Berbeda dengan maksud yang dituju pada cerpen RSK, cerpen LMM lebih ditekankan pada kritikan bangsa. Walaupun menggunakan personifikasi mengenai agama Islam, namun menurut saya didalamnya tidak ada sindiran yang ditujukan kepda umat beragama, terlepas dari personifikasi yang dimaksudkan adalah tidak tepat. Ketidaktepatan itu pulalah yang mendorong umat Islam berasumsi bahwa Kipanjikusmin telah melakukan pelecehan tokoh suci agama Islam secara tidak langsung.

Lewat dialog antara Muhammad dan Jibril maupun lewat fragmen-fragmen yang berdiri sendiri, Kipandjikusmin memotret wajah bopeng tanah air masa itu: negeri yang meski 90 persen Muslim, tetapi justru segala macam perilaku lacur, nista, maksiat, dan kejahatan tumbuh subur. Lewat cerpen ini, Kipandjikusmin menyindir elite politik dengan cara culas. Soekarno disebutnya sebagai “nabi palsu yang hampir mati”. Soebandrio yang saat itu menjabat Menteri Luar Negeri disindirnya sebagai “Durno” sekaligus “Togog”.

Sebuah cerpen yang sungguh-sungguh “liar” imajinasi. LMM bisa dibilang sebagai sebuah cerpen multiwajah. Ada banyak dimensi yang ingin dihadirkan di sana. Politik, ekonomi, agama, sosial, budaya, bahkan juga militer, tampak benar bagaikan mozaik yang saling bertempelan; membangun sebuah desain cerpen yang liar, menegangkan, sekaligus menghanyutkan. Lewat gaya bertuturnya yang kenes, satire, dan sarat kritik, LMM mampu membombardir imajinasi pembaca dan hanyut dalam emosi purba; “gemas”, bahkan mungkin juga geram.

Jadi sangat jelas cerpen LMM ditujukan untuk menertawakan kebodohan pada masa rezim Soekarno.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar